nya. Ketika suara azan berkumandang, pemuda itu mengikuti (menjawab) panggilan shalat itu dengan isyarat jari jemarinya.
Setelah itu, ia meminta kepada ayahnya untuk membantunya berwudhu dan menghadapkannya ke arah kiblat untuk melaksanakan shalat sunnah walau dengan isyarat anggota tubuh.
Setelah shalat ia berkata, “Wahai Malik (bin Dinar), rehat dengan menyisakan keimanan. Wahai Malik, nikmat anugerah-Nya tak terbilang, tapi ujian-Nya (untukku) hanya satu.” Yakni berupa sakit.
Malik bin Dinar berkata, “Aku takjub dengan keyakinannya, kesabaran, ketulusan loyalitas dan keikhlasan cintanya.” Lalu beberapa saat setelah itu, ia menghadap Allah swt.
(Mi’ah kisah min qashashi ash shalihin, Muh bin Hamid Abdul Wahhab).
Saudaraku..
Ada beberapa buah nasihat yang bisa kita petik dan selaksa pelajaran yang dapat kita ambil dari sepenggal kisah ini.
• Menjenguk orang sakit, merupakan tradisi para salafus shalih. Termasuk Malik bin Dinar. Di mana ia menyempatkan diri menengok seorang pemuda di sela-sela kesibukannya mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya, ibadah, mendidik anak, mengais rezki untuk keluarganya dan seterusnya.
• Kisah ini juga menyimbolkan kedekatan seorang yang berilmu (ulama) dengan masyarakatnya. Berbeda dengan kondisi di zaman kini, para ulama justru merasa rendah jika harus menyapa dan mengunjungi orang-orang di sekelilingnya.
• Dengan mengunjungi orang sakit, kita bisa menghadirkan dan merasakan hangatnya karunia dan anugerah yang telah Allah limpahkan kepada kita. Nikmat sehat, kebebasan, kekuatan dan yang senada dengan itu, yang tidak kita nikmati sewaktu sakit.
• Nasihat bisa datang dari siapa saja. Termasuk dari orang yang lebih muda dari kita. Ilmunya tidak melebihi kita. Dan bisa jadi nasihat kita dengar dari anak, murid, dan santri kita.
• Dalam kondisi lemah dan sakit, semestinya kita semakin sadar bahwa telegram, sms, dan alarm kematian telah datang. Oleh karena itu iman di hati harus dipertebal, keyakinan diperdalam, memasrahkan hidup kita hanya untuk-Nya, berhusnuzhan terhadap takdir-Nya dan menguatkan pengharapan kepada-Nya. Bukan malah berkeluh kesah dan banyak mengadu kepada makhluk-Nya.
• Memanfaatkan setiap momentum untuk berbagi manfaat dan warna keshalihan kepada orang lain, seperti yang dilakukan Malik bin Dinar yang telah menceritakan peristiwa ini kepada kita.
• Sesusah, sesulit dan sesempit apapun keadaan kita, pasti jika kita jujur pada hati nurani kita. Maka kita dapatkan bahwa kelapangan, keluasan, kemudahan dan karunia serta nikmat yang dihamparkan-Nya untuk kita jauh lebih besar daripada kesempitan, kesulitan dan kesusahan serta ujian yang kita alami dalam hidup.
Ya Rabb, masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang bersyukur. Aamiin.
Riyadh, 09 September 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far