Jama'ah Penuh Berkah
Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.
Bekerja Untuk Ummat
Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)
Inilah Jalan Kami
Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)
Yang Tegar Di Jalan Dakwah
Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.
Kesungguhan Membangun Peradaban
Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.
Rabu, 07 Maret 2012
UTUSAN VATIKAN KUNJUNGI MARKAS AL IKHWAN
AMAL-AMAL PENGHAPUS DOSA
Oleh karena itu, salah satu kebutuhan asasi kita sebagai orang beriman, sebenarnya adalah bagaimana bisa terbebaskan dan terlepaskan dari beban-beban terbesar dan terberat itu. Dimana hal itu tiada lain hanyalah dengan terhapuskannya kemaksiatan-kemaksiatan dan dosa-dosa kita. Sedangkan sarana utama penghapus itu adalah amal saleh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “…dan ikutilah perbuatan buruk itu dengan amal kebaikan yang akan menghapuskannya…” (HR. At-Tirmidzi)
Maka pada prinsipnya, setiap amal saleh sebenarnya berpotensi untuk menjadi faktor dan sarana penghapus serta penebus dosa! Namun ternyata, disaat yang sama, terdapat beberapa bentuk dan jenis amal tertentu yang lebih istimewa sebagai wasilah utama pelebur dosa. Dan berikut ini sebagiannya:
1. Tobat dengan taubatan nashuha dan banyak-banyak beristighfar. Ini merupakan amal yang menjadi sarana paling utama bagi penghapusan dosa. Oleh karena itu perintah, seruan dan anjuran untuk bertobat dan beristighfar ini, tersebar di banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan bertobatlah kalian semuanya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung dan berjaya” (QS. An-Nuur: 31). Di dalam ayat lain: “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kalian kepada Allah dengan cara taubatan nashuha (tobat yang benar-benar murni dan tulus)…” (QS. At-Tahriim: 8). Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sungguh aku beristighfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali” (HR. Al-Bukhari).Dalam riwayat lain: “Wahai umat manusia, bertobatlah kepada Allah. Sungguh aku bertobat kepada Allah dalam sehari seratus kali” (HR. Muslim). Sementara itu Allah menjamin dan menjanjikan untuk menerima tobat setiap orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang bertobat sebelum terbitnya matahari dari barat, maka Allah akan menerima tobatnya” (HR. Muslim).
2. Wudhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berwudhu dengan cara yang sempurna, maka dosa-dosanya akan keluar dari tubuhnya, sampai (ada yang) keluar dari kuku-kukunya” (HR. Muslim). Dan dalam riwayat lain: “Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu lalu membasuh wajahnya, maka langsung gugurlah dari wajahnya setiap dosa akibat pandangan matanya, bersama air atau bersama tetes terakhir dari air (bekas basuhan wajah). Dan ketika ia membasuh kedua tangannya, maka langsung gugurlah dari kedua tangannya setiap dosa yang telah diperbuat kedua tangan itu, bersama air atau bersama tetesan terakhir air (bekas basuhan tangan), sampai ia bersih dari dosa-dosa. Dan saat ia membasuh kedua kakinya, maka akan gugurlah setiap dosa akibat langkah kedua kakinya, bersama air atau bersama tetes terakhir dari air (bekas basuhan kaki)” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
3. Shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Bagaimana menurut kalian, sendainya ada sebuah sungai (dengan airnya yang sangat jernih) di depan pintu rumah seseorang dari kalian. Dimana ia selalu mandi di sungai itu 5 kali setiap harinya, apakah mungkin masih akan tersisa kotoran di tubuhnya meskipun hanya sedikit? Mereka (para sahabat) pun menjawab: Tentu saja tidak akan tersisa sedikitpun kotoran di tubuhnya! Beliaupun lalu bersabda: “Nah, begitulah perumpamaan shalat lima waktu. Dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa” (HR. Muttafaq ‘alaih).
4. Langkah kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah.
5. Semangat menunggu dari satu shalat ke shalat yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Maukan kalian aku beritahu tentang amal yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat? Mereka (para sahabat) menjawab spontan: Tentu saja mau ya Rasulallah. Beliau kemudian melanjutkan sabdanya: “Yaitu menyempurnakan wudhu meskipun dalam kondisi berat, banyaknya langkah menuju masjid, dan semangat menunggu dari satu shalat ke shalat berikutnya. Itulah ribath (berjaga-jaga di pos jihad) yang sebenarnya! Itulah ribath yang sebenarnya” (HR. Muttafaq ‘alaih).
6. Puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muttafaq ‘alaih). Sebagaimana hadits-hadits lain juga menegaskan bahwa, puasa sunnah hari Arafah dan puasa ‘Asyura’ memiliki fadhilah istimewa sebagai penghapus dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang.
7. Qiyam Ramadhan (Shalat sunnah tarawih). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa melakukan shalat qiyam Ramadhan (tarawih)atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Muttafaq ‘alaih).
8. Qiyam Lailatul qadr (qiyamullail pada malam lailatul qadr). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa melakukan qiyamullail (tarawih) pada malam lailatul qadar, atas dasar keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu” (QS. Muttafaq ‘alaih).
9. Umrah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Umrah satu ke umrah yang lainnya menjadi penebus dosa-dosa antara keduanya. Adapun haji yang mabrur, maka tiada balasan (yang pantas) atasnya kecuali Surga” (HR. Muslim).
10. Haji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berhaji ke Baitullah ini, lalu tidak melanggar larangan (haji) dan tidak berbuat dosa maksiat, maka ia akan kembali bersih dari dosa, seperti saat baru dilahirkan oleh ibunya” (HR. Muttafaq ‘alaih).
11. Sedekah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sedekah itu akan memadamkan (menghapuskan) dosa, sebagaimana air memadamkan api” (HR. At. Tirmidzi).
12. Dzikrullah (dzikir kepada Allah) Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Maukah kalian Aku beritahu tentang amal yang paling baik untuk kalian, yang paling suci bagi Raja (Tuhan) kalian, yang paling utama untuk meninggikan derajat kalian, dan yang lebih baik bagi kalian daripada berinfak emas dan perak, bahkan yang lebih baik bagi kalian daripada bertemu musuh (dalam perang jihad) sampai kalian berhasil membunuh mereka atau mereka yang justru membunuh kalian? Mereka (para sahabat) menjawab: Tentu saja kami mau tahu ya Rasulallah! Dan Beliaupun lalu bersabda: “(Amal itu adalah) dzikrullah (berdzikir kepada Allah) Ta’ala” (HR. At. Tirmidzi). Dan sebagai contoh efektifnya dzikir sebagai pelebur dosa, misalnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda (yang artinya): “Barangsiapa berucap dzikir “Subhanallahi, wa bihamdihi” (Maha Suci Allah, Dan Maha Terpujilah Dia”, dalam sehari seratus kali, maka akan dihapuskan dosa-dosanya, meskipun sebanyak buih lautan” (HR. Muttafaq ‘alaih).
13. Bersabar terhadap musibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiada satu musibahpun yang menimpa seorang muslim, baik berupa kepenatan, kepedihan, kegundahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, termasuk duri yang mengenainya, melainkan dengan semuanya itu Allah akan menghapuskan dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari).
14. Berucap syahadat dan dzikir seusai mendengar kumandang adzan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang ketika (seusai) mendengar muadzin, mengucapkan: “Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Radhiitu billahi rabbaa, wa bi-Muhammadin rasuulaa, wa bil-Islami diinaa” (Aku bersaksi bahwa, tiada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah, satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya. Dan bahwa, Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku ridha Allah sebagai tuhan, Muhammad sebagai rasul, dan Islam sebagai agama). (Barangsiapa yang membaca dzikir tersebut), maka akan diampunkan dosa-dosanya” (HR. Muslim).
15. Shalat dua rakaat setelah terpeleset dalam sebuah dosa (shalat tobat). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tidak ada seorang hambapun yang melakukan suatu dosa, lalu bersuci (berwudhu) dengan sempurna, dan shalat dua rakaat, kemudian beristighfar memohon ampun kepada Allah, melainkan akan diampunkan” (HR. Abu Dawud).
16. Dakwah di jalan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiaapa mengajak kepada suatu petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapakan pahala atas ajakannya itu, dan juga pahala lain yang sama seperti pahala orang-orang yang mengikuti petujuk kebaikan tersebut, tanpa mengurangi sedikitpun dari paahala mereka” (HR. Muslim).
17. Membezuk orang sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Tiada seorang muslimpun yang membezuk sesama muslim yang sedang sakit pada pagi hari, melainkan ada 70.000 malaikat yang mendoakannya sampai petang. Dan jika membezuknya pada sore hari, maka akan ada pula 70.000 malaikat yang memohonkan rahmat untuknya sampai esok pagi. Dan ia akan mendapatkan sebuah taman di Surga (karenanya)” (HR. At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
18. Bakti kepada kedua orang tua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Sungguh rugi! Sungguh rugi! Sungguh rugi!”. Ditanyakan kepada beliau: Siapakah dia ya Rasulallah? Beliau menjawab: “Seseorang yang masih mendapati ibu bapaknya dimasa tua, baik kedua-duanya ataupun salah satunya, lalu ia tidak masuk Surga (karenanya)” (HR. Muslim).
19. Menanggung dan menyantuni anak yatim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Aku dan penanggung/penyantun anak yatim, nanti di Surga seperti ini. Beliau menunjuk dengan dua jari mulia beliau, jari telunjuk dan jari tengah” (HR. Al-Bukhari).
20. Shalat jenazah dan menyertainya sampai pemakaman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Barangsiapa yang menghadiri penyelenggaraan jenazah sampai dishalatkan, maka ia akan memperoleh pahala satu qirath. Dan barangsiapa yang menghadirinya sampai dimakamkan, maka ia akan mendapat pahala dua qirath. Ditanyakan: Apa maksud dua qirath itu? Beliau menjawab: “Seukuran dua gunung besar” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
4 PENYEBAB SU’UL KHATIMAH
Ajal merupakan persoalan ghaib bagi manusia. Terkadang seseorang yang begitu disanjung dan dipuja-puja serta digadang-gadang oleh manusia, ternyata akhir kehidupannya sangatlah tragis dan menyayat hati. Dan tidak sedikit orang secara kasat mata hidupnya sarat dengan kesederhanaan dan diselimuti kekurangan, tapi penghujung hidupnya sangatlah indah dan manis.
Akhir sebuah kehidupan merupakan penentu masa depan kita di akherat kelak. Husnul khatimah (akhir kehidupan yang baik) adalah harapan dan cita-cita semua orang. Tetapi ia hanya merupakan khayalan dan impian belaka bila kita tidak pernah mengukir amal-amal keta’atan dalam hidup. Tidak membekali diri dengan iman dan mengenakan baju ketakwaan. Atau sandaran pada Sang Maha Pencipta teramat ringkih. Lemah dalam kepribadian dan tidak memiliki citra yang baik di tengah-tengah masyarakatnya.
Bila kita telusuri perjalanan hidup generasi pendahulu kita (salafus shalih), kita temukan bahwa hati mereka senantiasa dihiasai kemurnian tauhid, keta’atan yang sempurna terhadap Rasulnya, dan ukiran amal-amal shalih yang amat mengagumkan dan mempesona serta taburan amal dan bakti. Tetapi yang demikian itu tidak menjadikan mereka bangga diri, apatah lagi takabur dengan apa yang telah mereka perbuat. Bahkan hati mereka selalu dihantui perasaan takut yang tak terperi dan kekhawatiran yang mencekam, jika mereka tidak mampu menghadap Allah dalam keadaan husnul khatimah.
Sufyan Atsaury rahimahullah (ulama terkemuka dari kalangan tabi’in), di kala mengenang pedihnya siksa neraka, menyebabkan ia pernah terkencing darah dan nanah. Ia seorang yang zuhud terhadap dunia. Ketika ia berada di ambang kematian, ia meneteskan air mata menangis tersedu-sedu. Terbata-bata suaranya, dari lisannya terucap, “Aku khawatir di saat yang sangat menentukan masa depanku di akherat seperti ini, Allah mencabut keimanan dari hatiku.”
Begutu pula Malik Bin Dinar rahimahullah ketika melaksanakan shalat malam, ia tak sanggup membendung air matanya hingga membasahi jenggotnya yang lebat seraya berucap, “Duhai Rabb-ku, Engkau telah tetapkan para penghuni surga dan neraka, maka di manakah tempat tinggalku di akherat kelak?.”
Saudaraku…
Syekh Jalaludin As Suyuti rahimahullah dalam kitabnya “Syarhus shudur” pernah menyebutkan, ada 4 hal yang dapat menyebabkan seseorang meraih su’ul khatimah:
• Meremehkan pelaksanaan shalat.
• Menenggak minuman keras.
• Durhaka kepada kedua orang tua.
• Mengganggu kaum muslimin.
Saudaraku..
Shalat yang ditunaikan dengan baik mempunyai bekas positif yang memancar pada perilaku seseorang. Kwalitas shalat kita ukurannya adalah perbuatan dosa dan maksiat menyingkir dari kehidupan kita. Allah swt berfirman, “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” Al Ankabut: 45.
Dunia yang menjadi panggung sandiwara, pentas seni dan gedung theater sering membuat kita lupa dan mengabaikan tugas-tugas kita sebagai hamba-Nya. Nyanyian, begadang, sinetron, Indonesian Idol, film laga, suguhan lawak, acara-acara menarik di televisi lainnya, Nobar, gaple, catur dan yang senada dengan itu, sering melupakan kita dari zikir dan mengabaikan pelaksanaan shalat. Padahal kematian akan datang menyapa sesuai dengan kebiasaan yang kita lakukan.
Imam Dzahabi rahimahullah berkisah dalam kitabnya “al kabair”, ada seorang pemuda yang biasa menghabiskan waktu-waktu luangnya dengan catur. Ketika sakit keras ia ditalqin untuk mengucapkan laa ilaha illallah. Tapi yang keluar dari lisannya justru ucapan “Scak”. Ucapan itu bukan mematikan lawan main caturnya tetapi mematikan dirinya sendiri.
Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan, ada seorang pemuda yang suka nyanyian dan lagu-lagu yang diharamkan. Sehingga ia mendendangkannya atau mendengarkannya di sebagian besar waktunya. Saat ajal di ambang pintu, ia dibimbing mengucapkan kalimat tauhid, tapi yang diucapkannya justru nyanyian yang selama ini digandrunginya ‘nana nanana’.
Khamer disebut nabi saw sebagai “Ummul khabaits” induk atau biang keladi dari setiap keburukan atau kejahatan.
Khamer menjadi simbol semua minuman, tablet, obat membahayakan dan cairan yang memabukkan. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, khamer tampil dalam kemasan yang lebih menarik, merek yang memikat dan namanya pun semakin enak didengar. Seperti; ekstasi, ineks, shabu-shabu, putaw, ganja, heroin, morfin. Di masa kecil dulu, kita baru mengenal minuman keras semisal; anggur kuat cap orang tua, bir bintang, anggur kuat cap kunci, tuak dan yang senada dengan itu.
Apapun nama, merek dan kemasannya, semua yang dapat memabukkan dan menghilangkan kesadaran disebut khamer. Dan ia akan melahirkan berbagai macam kerusakan, dan mara bahaya. Baik bagi si pengguna maupun orang lain. Ia akan merusak tubuh manusia dan menghancurkan masa depannya di akherat.
Kecelakaan Xenia maut, pesawat jatuh, bus menabrak villa, tabrakan kereta api dan lain-lain, hanya merupakan contoh kecil dari bahaya mengkonsumsi khamer dan narkoba.
Ibnu Rajab rahimahullah pernah menukil dari syekh Abdul Azis bin Abu Ruwad bahwa ia pernah mentalqin seseorang pada saat sakaratul maut. Apa yang terjadi? Yang berhembus dari lidahnya justru sebuah ucapan, “Aku ingkar terhadap apa yang engkau ucapkan.” Walhasil, diketahui bahwa orang itu biasa mengkonsumsi khamer. Lantas syekh Abu Ruwad berkata, “Hindarilah dosa-dosa besar, sebab ia akan menghancurkan pelakunya.”
Sebab lain, kita terpuruk dalam su’ul khatimah adalah durhaka pada kedua orang tua.
Jika kita tadabburi ayat-ayat yang berbicara mengenai berbakti pada orang tua, maka kita dapati bahwa ukuran berbakti itu adalah “indal kibar” pada saat orang tua kita memasuki masa lansia; lanjut usia. Di saat keduanya sudah tak berdaya, pikun, lemah dan seterusnya yang memang sangat membutuhkan perawatan, perhatian, belaian kasih dan pertolongan dari kita selaku anaknya. Perkataan ‘ah’ atau ‘cih’ merupakan potret sebuah kedurhakaan. Apatah lagi anak yang membentak orang tuanya, memarahinya, menatapnya dengan kasar dan lebih dari itu.
Durhaka pada orang tua memiliki korelasi yang kuat dengan proses su’ul khatimah. Kisah sahabat Al Qamah yang masyhur, yang lebih mementingkan istri daripada ibunya sehingga memicu kemarahan sang ibu hanya merupakan contoh kecil dalam masalah ini.
Suatu ketika ada seorang lelaki yang menggendong ibunya thawaf mengelilingi Ka’bah. Dan sebelumnya ia telah menggendong ibunya itu dari Yaman. Jarak yang cukup jauh dengan Mekkah. Ia menghampiri sahabat Abdullah bin Umar seraya bertanya, “Wahai Ibnu Umar, apakah dengan jerih payahku ini aku telah membalas kebaikan atau jasa-jasanya?.” Ia menjawab, “Setengahnya juga belum. Tapi jerih payahmu yang sedikit ini akan mendapat pahala yang berlimpah ruah.”
Bagaimana dengan kita? Terkadang berjalan bergandengan tangan dengan ibu kita yang telah berusia lanjut, kita malu dilihat orang lain. Karena kita merasa bahwa kesuksesan dan kejayaan kita sama sekali tanpa ada peran dan andil darinya. Padahal ia bangun di tengah malam, hanya untuk mendo’akan kita, yang jauh di mata tapi selalu dekat di hatinya. Apakah kita akan sesukses seperti hari ini tanpa do’a tulus dari orang tua kita?.
Mengganggu kaum muslimin dan muslimat dengan hati, ucapan, perbuatan, tingkah laku dan gerak gerik kita akan berpengaruh pula pada su’ul khatimah.
Membiarkan hati digenangi hasut, dendam, berburuk sangka dan yang senada dengan itu merupakan warna gangguan kita terhadap mereka.
Melukai perasaan mereka dengan ucapan, dusta, persaksian palsu, curang dalam jual beli, fitnah, ghibah, amarah tak terbendung dan lain sebagainya merupakan corak dari gangguan kita terhadap mereka yang dapat mengusik kedamaian hati mereka.
Berlaku aniaya, tak adil dalam mengambil keputusan, merendahkan mereka, mengganggu istirahat mereka dan lain sebagainya merupakan bentuk gangguan kita berupa perbuatan dan perilaku. “Tidak akan masuk surga orang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” HR. Muslim.
Merasa teraniaya, terzalimi, tersakiti dan terluka hatinya bisa mendorong seseorang mendo’akan celaka bagi pelakunya. Do’a yang buruk menjelma dalam laknat dan kutukan serta meraih su’ul khatimah. Na’udzbillah mindzalik.
Untuk itu Nabi saw mewanti-wanti kita agar jangan sampai menzalimi orang lain. Karena do’a orang yang terzalimi didengar Allah swt.
Ya Rabb, anugerahkanlah kepada kami husnul khatimah; akhir kehidupan yang baik dan indah. Amien.
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
MULIAKAN PEKERJAANMU !
Umar menolak jawaban itu seraya berkata, “Bukan, kalian ini tidak lain adalah orang yang berpangku tangan dan malas bekerja, kemudian berdoa kepada Allah agar diberikan rezeki. Padahal kalian tahu bahwa langit itu tidak pernah menurunkan hujan emas ataupun perak.”
Kisah tersebut secara tegas mewajibkan setiap manusia untuk mencari nafkah. Kewajiban ini terukir jelas dalam surat Al Mulk ayat 15. ”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kalian. Karena itu berjalanlah kalian di segenap penjurunya, dan makanlah sebagian dari rizki-Nya.” Sehingga, tidak ada alasan pembenar apapun bagi seseorang untuk berpangku tangan maupun mengemis. Karena hanya dengan cara bekerja, manusia akan mendapat berkah dari alam ini. Dan setiap apa yang manusia usahakan, itulah yang akan didapatkannya.
Ada banyak cara yang dapat dikerjakan seseorang untuk dijadikan sarana mencari nafkah. Allah SWT telah mensyariatkan bentuk-bentuk kerja yang dapat dijadikan sebagai sarana di antaranya dengan menghidupkan tanah mati (bercocok tanam), menggali kandungan bumi, berburu, perseroan harta dengan tenaga (mudharobah), mengairi lahan pertanian (musaqat), dan kontrak tenaga kerja (Ijaroh).
Lebih khusus mengenai perburuhan (Ijaroh), Islam tidak membagi masyarakat menjadi kelas-kelas sosial, seperti kaum proletar maupun borjuis. Islam menyebut seorang pekerja dengan sebutan ajir. Sedangkan lembaga, perusahaan atau orang yang mengupahnya dinamakan musta’jir. Atau jika disesuaikan dengan konsep kekinian, maka ajir adalah buruh sedangkan musta’jir berarti majikan/pemodal. Walaupun secara harfiah memiliki pengertian yang relatif sama, namun jika ditelaah secara maknawi maka ada kesenjangan antara konsep ketenagakerjaan dalam Islam dengan konsep perburuhan dalam sistem kapitalisme maupun sosialisme.
Dalam konsep Islam, hubungan pekerja dengan majikan adalah setara dan saling membutuhkan. Di satu sisi, pekerja membutuhkan majikan yang mampu membayar tenaganya dengan layak. Sebaliknya pula, majikan memerlukan orang yang mau dibayar untuk mengurusi kepentingannya. Hubungan ajir-musta’jir, didasarkan pada ikatan yang saling menguntungkan dan menghargai. Dalam hubungan pekerjaan, memang ada klasifikasi fungsi sebagai pekerja dan pengupah. Namun, pembedaan fungsi ini tidak lantas dijadikan dasar bagi keduanya untuk saling menindas. Justru pembedaan ini menjadi harmoni tersendiri untuk saling memenuhi kepentingannya masing-masing.
Aksi ribuan buruh yang mem-blokade jalan Tol beberapa waktu yang lalu merupakan ekspresi emosional ketertindasan yang mereka alami selama ini. Di sisi lainnya, para pengusaha terus menerus meraup keuntungan yang mempertebal pundi-pundi emas mereka. Hal ini diperparah dengan ketidakberdayaan positioning buruh di hadapan pengusaha yang sewaktu-waktu bisa mencampakkannya menjadi pengangguran.
Gejolak emosi yang bertumpuk dari waktu ke waktu ini, menemukan pemantiknya ketika UMK yang telah ditetapkan melalui mekanisme prosedural yang disepakati, ditolak bahkan di gugat gabungan pengusaha (Apindo). Padahal, buruh sangat mengharapkan UMK tersebut diterapkan sejak awal tahun 2012 dengan harapan kualitas kehidupan mereka ke depan akan sedikit lebih baik. Tapi harapan hanyalah harapan. Apindo memenangkan gugatan di tingkat PTUN yang kemudian direspon dengan aksi besar-besaran buruh memblokade jalan TOL sebagai salah satu akses vital Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Akibatnya, nyaris seluruh pengusaha mengalami kerugian saat itu. Lalu, apakah pola hubungan yang seperti ini akan terus dipertahankan?
Landasan kokoh terhadap keseimbangan hubungan buruh-majikan yakni kekuatan spiritual goal. Artinya, baik pekerja maupun pemberi upah memiliki satu tujuan hakiki yaitu meraih ridha Allah SWT. Berdasarkan falsafah hidup ini, maka dipastikan muncul sikap saling menghargai dan mencintai. Tak ada dzalimisasi antara majikan terhadap buruhnya, maupun buruh kepada majikannya. Akhirnya, terciptalah hubungan kerja yang dinamis dan harmonis.
Islam memandang buruh sebagai sosok manusia yang mulia. Rasulullah berkata bahwa Mereka yang bekerja dengan pikiran dan tenaganya untuk mendapat imbalan yang pantas, posisinya lebih mulia daripada pemalas dan peminta-minta (HR. Bukhari). Nabi Muhammad SAW menandaskan bahwa Allah akan memberikan rezekinya terhadap mereka yang berusaha dan bekerja untuk kelangsungan hidupnya. Bahkan Rasulullah sangat mencintai tangan-tangan kasar akibat kerja keras. Bukan kepada orang-orang yang berpasrah pada nasib dan terus berharap Allah SWT menurunkan rezekinya dengan cuma-cuma.
Rasulullah sungguh-sungguh memuliakan buruh dan memberitahu para sahabat bahwa setiap Rasul termasuk dirinya pernah kerja kasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, Rasul pernah bekerja menggembala kambing milik orang lain. Di waktu lainnya Rasul pernah berdagang mengikuti Siti Khadijah sebelum menjadi istrinya. Inilah bentuk pelajaran mulia yang diajarkan manusia terbaik sepanjang zaman bahwa kemuliaan tidak dinilai dari jenis pekerjaan yang dilakoni, tapi semata-mata karena keimanan dan ketakwaan terhadapNya.
Penghormatan Islam terhadap buruh juga ditunjukkan dengan ketentuan pemberian upah. Rasulullah mewajibkan setiap majikan untuk membayar upah buruhnya sebelum keringatnya kering (HR. Ibnu Majah). Sungguh mulianya Islam mengatur tentang perburuhan hingga level terinci yakni tentang upah. Bahkan waktu pembayaran upah pun diatur dengan tegas yakni sebelum keringat Mereka kering. Bahkan mungkin hadits inilah yang menginspirasi jargon “Upah Sehari Yang Layak Bagi Kerja Sehari Yang Layak” sebagaimana dicetuskan Frederich Engels, seorang teoritikus ekonomi-politik, akhir abad 19.
Lebih lanjut Rasulullah melarang keras mempekerjakan buruh tanpa menetapkan upahnya terlebih dahulu (HR. Baihaqi). Bahkan, Rasulullah mengancam akan memusuhi Mereka (majikan/pengusaha) yang mempekerjakan seseorang secara penuh tapi tidak membayar upahnya dengan layak. Atau jika disesuaikan dengan masa kini, hadits ini mengancam para pengusaha yang menetapkan upah di bawah Kebutuhan Hidup Layak buruh dan keluarganya. Karena menurut ajaran Islam, Para pengusaha tidak diperkenankan menginvestasikan uangnya semata-mata untuk meraih keuntungan semata. Mereka juga perlu mendedikasikan usahanya tersebut untuk kebaikan masyarakat sekitar termasuk orang yang bekerja di dalamnya.
Konsep Islam tentu berbeda sekali dengan kapitalisme dan sosialisme. Islam memandang hubungan buruh-majikan sebagai harmoni yang saling menguntungkan. Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme yang berpandangan bahwa harus ada salah satu pihak yang mendominasi. Jika kapitalisme mengagungkan pengusaha, maka sosialisme melangitkan posisi buruh. Kalau kapitalisme menelurkan teori full profit oriented, maka sosialisme mengajarkan konsep pemerintahan buruh atau dictator proletarian. Yang pasti, kedua ideologi tersebut memposisikan buruh-pengusaha sebagai pihak-pihak yang saling berlawanan dan tidak mungkin disatukan. Jika kapitalisme memuluskan jalan bagi pengusaha untuk memperoleh profit yang sebesar-besarnya dengan cara menekan biaya produksi, termasuk memberi upah yang kecil pada buruh. Maka sosialisme menginginkan seluruh keuntungan usaha di’hibah’kan untuk kepentingan buruh. Padahal, pencetus kedua paham tersebut sadar bahwa produktivitas kerja berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan. Dan sebaliknya, investasi menjadi penting dalam membuka lahan pekerjaan bagi buruh. Karena itu, konsep Islam menjadi solusi permasalahan perburuhan yang dialami dunia kini.
Ke depan, relasi buruh-majikan harus dibangun dalam iklim persahabatan dan persaudaraan yang murni. Hubungan keduanya didasari pada sikap saling membutuhkan dan memuliakan keduanya. Karena buruh dan pengusaha sejatinya sama-sama makhluk Illahi yang seluruh aktivitas muamalahnya dikontribusikan seluruhnya pada Allah SWT. Ayo, Taati Majikanmu, Muliakanlah Pekerjamu!
Oleh : Fajar Sidik
Sabtu, 03 Maret 2012
IKHWANUL MUSLIMIN LIBYA MEMBENTUK PARTAI POLOTIK
Partai-partai Islam dan sekuler akan bersaing dalam pemilihan bulan Juni mendatang untuk kursi di dalam majelis nasional yang akan merancang konstitusi baru bagi negara Afrika Utara tersebut.
Analis politik mengatakan Ikhwanul Muslimin Libya mungkin akan muncul sebagai kekuatan politik yang paling terorganisir dan pemain terkemuka di negara pengekspor minyak di mana kelompok Islam, seperti semua oposisi, mengalami tekanan selama 42 tahun pemerintahan Gaddafi.
Pasca pemberontakan pemilu telah membawa kelompok Islam ke dalam pemerintahan di Tunisia, Mesir dan Maroko sejak Oktober tahun lalu dan mereka juga akan tampil baik di Libya, sebuah negara yang secara sosial konservatif di mana alkohol sudah dilarang sebelum revolusi.
Lamine Belhadj, yang mengepalai komite yang bekerja untuk mendirikan partai baru, kepada Reuters dalam sebuah konferensi pada Jumat kemarin mengatakan akan mempertemukan kubu Islamis dari garis-garis yang berbeda.
"Ini adalah konferensi pembentukan sebuah partai, sipil nasional dengan bingkai Islam. Partai sedang dibentuk oleh Ikhwanul Muslimin dan kelompok independen yang tidak berafiliasi dengan organisasi Islam," katanya menegaskan.
Belhadj, seorang pejabat senior di Dewan Transisi Nasional (NTC) dan anggota komisi yang bertanggung jawab untuk mengatur pemilu, mengatakan partai baru belum diberi nama dan para pemimpinnya belum dipilih.
Abdullah Shamia, seorang profesor ekonomi dan anggota Ikhwan sejak Ikhwan sebagai sebuah organisasi bawah tanah di Libya, mengatakan partai baru akan independen. Ikhwanul Muslimin, yang lebih luas dalam amal dan sosial, akan melanjutkan pekerjaannya secara terpisah dari partai politik.
Munculnya partai-partai Islam di kotak suara telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang Arab sekuler lebih bahwa pemerintah baru akan memberlakukan pembatasan yang lebih religius pada masyarakat atau berusaha untuk membuat konstitusi sesuai dengan hukum Islam, atau syariah.(fq/reu)