Saudaraku…
Kita semua adalah musafir. Kita sadari atau tidak. Baik yang berada di negeri sendiri atau luar negeri. Musafir yang sedang mengadakan perjalanan hakiki. Bukan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi untuk perjalanan abadi dan tujuan hakiki. Yaitu, bahagia di kampung akherat.
Kita semua adalah musafir. Kita sadari atau tidak. Baik yang berada di negeri sendiri atau luar negeri. Musafir yang sedang mengadakan perjalanan hakiki. Bukan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi untuk perjalanan abadi dan tujuan hakiki. Yaitu, bahagia di kampung akherat.
Semakin jauh perjalanan yang kita
tempuh, semakin banyak pula bekal yang harus kita siapkan. Semakin
lamakita menginginkan mukim di daerah tujuan, maka persiapan yang kita
lakukan juga semakin lama. Itu pun terkadang ada saja yang tertinggal.
Jika bekal dan persiapan matang yang
sudah kita sediakan secara maksimal untuk perjalanan kita saja terkadang
belum mencukupi kebutuhan dalam perjalanan. Apatah lagi bagi kita yang
mengadakan perjalanan tanpa bekal cukup dan persiapan matang. Tentu,
kita tak akan sampai pada tujuan. Atau malah berbalik arah dan mungkin
mengambil arah lain untuk perjalanan kita.
Saudaraku..
Sekarang kita sedang mengadakan perjalanan menuju kampung keabadian, yakni kampung akherat. Perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Di sanalah masa depan kita dipertaruhkan. Abadi dalam kebahagiaan. Atau sebaliknya kekal dalam siksaan.
Sekarang kita sedang mengadakan perjalanan menuju kampung keabadian, yakni kampung akherat. Perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Di sanalah masa depan kita dipertaruhkan. Abadi dalam kebahagiaan. Atau sebaliknya kekal dalam siksaan.
Suatu hari Abu Dzar al Ghifari memberi nasihat kepada manusia di sekitar Ka’bah seraya berucap:
“Wahai manusia, jika salah seorang dari
kalian ingin mengadakan perjalanan bukankah ia menyiapkan bekal yang
mencukupi keperluannya dan menyampaikannya pada daerah tujuan?.”
Mereka menjawab, “Ya, tentu demikian.”
Abu Dzar melanjutkan, “Sesungguhnya
perjalanan menuju hari qiyamat lebih jauh dari yang kalian duga,
ambillah bekal yang cukup untuk safar kalian.”
“Apa bekal yang mencukupi keperluan kami?,” kata mereka.
Abu Dzar berkata, “Lakukanlah haji
sekali seumur hidup, sebagai persiapan menghadapi persoalan yang besar.
Berpuasalah walau sehari di hari yang sangat panas, sebagai bekal
menghadapi hari kembali. Shalatlah dua raka’at di kegelapan malam,
sebagai persiapan menghadapi kesunyian di alam kubur.
Perkataan yang baik, ucapkanlah.
Perkataan yang buruk, tahanlah. Hal itu sebagai bekal menghadapi hari
yang agung (di padang mahsyar).
Sedekahlah dengan hartamu, karena ia akan menyelamatkanmu di hari yang sulit.
Jadikanlah dunia menjadi dua majlis;
majlis untuk mencari kebahagiaan akherat dan majlis untuk meraih rezki
yang halal. Selain kedua majlis itu tidak bermanfaat bagimu dan bahkan
memberikan mudharat bagimu. Tentu hal itu tidak engkau inginkan.
Jadikanlah harta menjadi dua dirham;
satu dirham untuk menafkahi keluargamu dari yang halal. Dan satu dirham
lagi engkau keluarkan untuk akheratmu. Selain kedua dirham itu tidak
bermanfaat bagimu dan bahkan memberikan mudharat bagimu. Tentu hal itu
tidak engkau inginkan.
Lalu dengan suara lantang, Abu Dzar
menyeru, “Wahai manusia, cinta dunia telah membunuh kalian, yang
dengannya kalian tak akan meraih kebahagiaan abadi di sana.”
Saudaraku..
Ada beberapa bekal perjalanan yang mesti kita siapkan menuju kampung keabadian, yakni akherat yang dinasihatkan Abu Dzar kepada kita. Yaitu; menunaikan kewajiban yang disimbolkan dengan haji. Memelihara amalan-amalan sunnah yang dilambangkan dengan puasa di hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Menjaga lisan dari segala warna ketergelinciran. Tepat guna dan memaksimalkan harta untuk kebaikan serta benar dalam memlih majlis yang kita singgahi.
Ada beberapa bekal perjalanan yang mesti kita siapkan menuju kampung keabadian, yakni akherat yang dinasihatkan Abu Dzar kepada kita. Yaitu; menunaikan kewajiban yang disimbolkan dengan haji. Memelihara amalan-amalan sunnah yang dilambangkan dengan puasa di hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Menjaga lisan dari segala warna ketergelinciran. Tepat guna dan memaksimalkan harta untuk kebaikan serta benar dalam memlih majlis yang kita singgahi.
Haji melambangkan rukun Islam yang
paling berat. Ia merupakan ibadah yang menghimpun seluruh kekuatan;
ruhani, jasmani dan mali (finansial). Orang yang memiliki kekuatan
ruhani tanpa didukung dua kekuatan lainnya, sulit ia mengunjungi
baitullah. Fisik yang prima, tanpa diimbangi dengan kekuatan ruhani dan
finansial, juga mustahil menunaikan haji. Finansial cukup tapi fisiknya
lemah dan ruhaninya ringkih, justru lebih memilih berlibur ke Eropa dan
seterusnya.
Haji merupakan jalan pintas menuju surga. “Haji yang mabrur itu tiada balasannya kecuali surga.” Muttafaq alaih.
Tidak berlebihan jika haji disejajarkan
dengan jihad di jalan Allah . Karena keduanya sarat dengan godaan dan
ujian. Keduanya menuntut keikhlasan yang sempurna.
Saudaraku..
Memelihara amalan-amalan sunnah, yang disimbolkan dengan puasa di tengah hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Jika kedua amalan ini mampu kita lakukan, tentu amalan-amalan sunnah lainnya terasa lebih ringan dan mudah untuk diperbuat. Karena manusia secara umum biasa menghabiskan malam dengan istirahat, dan dalam suasana panas yang terik, selalu ingin dipuaskan dengan air dingin dan makanan ringan.
Memelihara amalan-amalan sunnah, yang disimbolkan dengan puasa di tengah hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Jika kedua amalan ini mampu kita lakukan, tentu amalan-amalan sunnah lainnya terasa lebih ringan dan mudah untuk diperbuat. Karena manusia secara umum biasa menghabiskan malam dengan istirahat, dan dalam suasana panas yang terik, selalu ingin dipuaskan dengan air dingin dan makanan ringan.
Bekal lainnya adalah memelihara lisan.
Berbicara merupakan syahwat yang besar. Kita biasa berpuasa sehari dari
makan dan minum, tapi kita belum tentu mampu berpuasa dari berbicara
dalam sehari.
Jika kita tak mampu mengucapkan
perkataan yang baik, benar, lurus, ma’ruf dan ucapan yang mendatangkan
pahala. Lebih baik kita mengunci lisan kita. Agar tak mengucapkan
kata-kata kotor, dusta, sia-sia, luapan amarah, mengandung birahi dan
seterusnya. Karena ia akan merusak bekal kita yang lain.
Saudaraku..
Dua majlis yang semestinya selalu kita kunjungi adalah majlis ilmu atau majlis zikir. Dan yang kedua majlis yang mendatangkan rezki yang halal. Kedua-duanya tak bisa kita pisahkan.
Dua majlis yang semestinya selalu kita kunjungi adalah majlis ilmu atau majlis zikir. Dan yang kedua majlis yang mendatangkan rezki yang halal. Kedua-duanya tak bisa kita pisahkan.
Majlis zikir atau majlis ilmu, berperan
sebagai petunjuk jalan menuju Allah swt. Agar arah perjalanan kita tepat
dan jelas. Supaya tidak tersesat jalan.
Sedangkan majlis rezki yang halal,
berpenghasilan cukup, ekonomi yang mapan dan yang senada dengan itu
merupakan bekal hidup kita di dunia. Supaya kita memiliki kemuliaan di
tengah-tengah manusia. Dan orang lain tidak merendahkan martabat kita.
Juga supaya kita tidak bergantung kepada makhluk.
Saudaraku..
Memaksimalkan harta yang kita punya, untuk menafkahi keluarga dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab kita dan sisanya banyak kita sedekahkan.
Memaksimalkan harta yang kita punya, untuk menafkahi keluarga dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab kita dan sisanya banyak kita sedekahkan.
Fenomena yang sering kita lihat adalah
orang banyak melakukan sedekah, tapi nafkah keluarganya diabaikan. Atau
sebaliknya, tidak sedikit orang yang hanya mementingkan keluarga,
sementara orang-orang lemah yang ada di sekitarnya dibiarkan hidup di
atas air mata kemiskinan. Dan yang terparah adalah harta yang kita
punya, tidak untuk menafkahi keluarga dan tidak juga disedekahkan. Ke
mana perginya harta kita jika demikian?. Wallahu a’lam bishawab.
Mudah-mudahan kita bisa memetik buah pelajaran dari nasihat Abu Dzar yang sangat berharga ini, amien ya Rabb.
Riyadh, 26 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
0 komentar:
Posting Komentar