“Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf:108).

Jama'ah Penuh Berkah

Tidak ada dakwah tanpa kepemimpinan. Kadar tsiqah antara qiyadah dan jundiyah menjadi penentu bagi sejauh mana kekuatan sistem jamaah, kemantapan langkah-langkahnya, keberhasilan dalam mewujudkan tujuan-tujuannya, dan kemampuannya dalam mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan.

Bekerja Untuk Ummat

Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (9:105)

Inilah Jalan Kami

Katakanlah: Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik. (12:108)

Yang Tegar Di Jalan Dakwah

Biduk kebersamaan kita terus berjalan. Dia telah menembus belukar, menaiki tebing, membelah laut. Sayatan luka, rasa sakit, air mata adalah bagian dari tabiat jalan yang sedang kita lalui. Dan kita tak pernah berhenti menyusurinya, mengikuti arus waktu yang juga tak pernah berhenti.

Kesungguhan Membangun Peradaban

Semua kesungguhan akan menjumpai hasilnya. Ini bukan kata mutiara, namun itulah kenyataannya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang diusahakan dengan sepenuh kesungguhan.

Rabu, 27 Juni 2012

BEKAL PERJALANAN PANJANG

Saudaraku…
Kita semua adalah musafir. Kita sadari atau tidak. Baik yang berada di negeri sendiri atau luar negeri. Musafir yang sedang mengadakan perjalanan hakiki. Bukan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tetapi untuk perjalanan abadi dan tujuan hakiki. Yaitu, bahagia di kampung akherat.
Semakin jauh perjalanan yang kita tempuh, semakin banyak pula bekal yang harus kita siapkan. Semakin lamakita menginginkan mukim di daerah tujuan, maka persiapan yang kita lakukan juga semakin lama. Itu pun terkadang ada saja yang tertinggal.
Jika bekal dan persiapan matang yang sudah kita sediakan secara maksimal untuk perjalanan kita saja terkadang belum mencukupi kebutuhan dalam perjalanan. Apatah lagi bagi kita yang mengadakan perjalanan tanpa bekal cukup dan persiapan matang. Tentu, kita tak akan sampai pada tujuan. Atau malah berbalik arah dan mungkin mengambil arah lain untuk perjalanan kita.
Saudaraku..
Sekarang kita sedang mengadakan perjalanan menuju kampung keabadian, yakni kampung akherat. Perjalanan yang sangat jauh dan panjang. Di sanalah masa depan kita dipertaruhkan. Abadi dalam kebahagiaan. Atau sebaliknya kekal dalam siksaan.
Suatu hari Abu Dzar al Ghifari memberi nasihat kepada manusia di sekitar Ka’bah seraya berucap:
“Wahai manusia, jika salah seorang dari kalian ingin mengadakan perjalanan bukankah ia menyiapkan bekal yang mencukupi keperluannya dan menyampaikannya pada daerah tujuan?.”
Mereka menjawab, “Ya, tentu demikian.”
Abu Dzar melanjutkan, “Sesungguhnya perjalanan menuju hari qiyamat lebih jauh dari yang kalian duga, ambillah bekal yang cukup untuk safar kalian.”
“Apa bekal yang mencukupi keperluan kami?,” kata mereka.
Abu Dzar berkata, “Lakukanlah haji sekali seumur hidup, sebagai persiapan menghadapi persoalan yang besar. Berpuasalah walau sehari di hari yang sangat panas, sebagai bekal menghadapi hari kembali. Shalatlah dua raka’at di kegelapan malam, sebagai persiapan menghadapi kesunyian di alam kubur.
Perkataan yang baik, ucapkanlah. Perkataan yang buruk, tahanlah. Hal itu sebagai bekal menghadapi hari yang agung (di padang mahsyar).
Sedekahlah dengan hartamu, karena ia akan menyelamatkanmu di hari yang sulit.
Jadikanlah dunia menjadi dua majlis; majlis untuk mencari kebahagiaan akherat dan majlis untuk meraih rezki yang halal. Selain kedua majlis itu tidak bermanfaat bagimu dan bahkan memberikan mudharat bagimu. Tentu hal itu tidak engkau inginkan.
Jadikanlah harta menjadi dua dirham; satu dirham untuk menafkahi keluargamu dari yang halal. Dan satu dirham lagi engkau keluarkan untuk akheratmu. Selain kedua dirham itu tidak bermanfaat bagimu dan bahkan memberikan mudharat bagimu. Tentu hal itu tidak engkau inginkan.
Lalu dengan suara lantang, Abu Dzar menyeru, “Wahai manusia, cinta dunia telah membunuh kalian, yang dengannya kalian tak akan meraih kebahagiaan abadi di sana.”
Saudaraku..
Ada beberapa bekal perjalanan yang mesti kita siapkan menuju kampung keabadian, yakni akherat yang dinasihatkan Abu Dzar kepada kita. Yaitu; menunaikan kewajiban yang disimbolkan dengan haji. Memelihara amalan-amalan sunnah yang dilambangkan dengan puasa di hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Menjaga lisan dari segala warna ketergelinciran. Tepat guna dan memaksimalkan harta untuk kebaikan serta benar dalam memlih majlis yang kita singgahi.
Haji melambangkan rukun Islam yang paling berat. Ia merupakan ibadah yang menghimpun seluruh kekuatan; ruhani, jasmani dan mali (finansial). Orang yang memiliki kekuatan ruhani tanpa didukung dua kekuatan lainnya, sulit ia mengunjungi baitullah. Fisik yang prima, tanpa diimbangi dengan kekuatan ruhani dan finansial, juga mustahil menunaikan haji. Finansial cukup tapi fisiknya lemah dan ruhaninya ringkih, justru lebih memilih berlibur ke Eropa dan seterusnya.
Haji merupakan jalan pintas menuju surga. “Haji yang mabrur itu tiada balasannya kecuali surga.” Muttafaq alaih.
Tidak berlebihan jika haji disejajarkan dengan jihad di jalan Allah . Karena keduanya sarat dengan godaan dan ujian. Keduanya menuntut keikhlasan yang sempurna.
Saudaraku..
Memelihara amalan-amalan sunnah, yang disimbolkan dengan puasa di tengah hari yang panas dan shalat di tengah malam yang gelap. Jika kedua amalan ini mampu kita lakukan, tentu amalan-amalan sunnah lainnya terasa lebih ringan dan mudah untuk diperbuat. Karena manusia secara umum biasa menghabiskan malam dengan istirahat, dan dalam suasana panas yang terik, selalu ingin dipuaskan dengan air dingin dan makanan ringan.
Bekal lainnya adalah memelihara lisan. Berbicara merupakan syahwat yang besar. Kita biasa berpuasa sehari dari makan dan minum, tapi kita belum tentu mampu berpuasa dari berbicara dalam sehari.
Jika kita tak mampu mengucapkan perkataan yang baik, benar, lurus, ma’ruf dan ucapan yang mendatangkan pahala. Lebih baik kita mengunci lisan kita. Agar tak mengucapkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia, luapan amarah, mengandung birahi dan seterusnya. Karena ia akan merusak bekal kita yang lain.
Saudaraku..
Dua majlis yang semestinya selalu kita kunjungi adalah majlis ilmu atau majlis zikir. Dan yang kedua majlis yang mendatangkan rezki yang halal. Kedua-duanya tak bisa kita pisahkan.
Majlis zikir atau majlis ilmu, berperan sebagai petunjuk jalan menuju Allah swt. Agar arah perjalanan kita tepat dan jelas. Supaya tidak tersesat jalan.
Sedangkan majlis rezki yang halal, berpenghasilan cukup, ekonomi yang mapan dan yang senada dengan itu merupakan bekal hidup kita di dunia. Supaya kita memiliki kemuliaan di tengah-tengah manusia. Dan orang lain tidak merendahkan martabat kita. Juga supaya kita tidak bergantung kepada makhluk.
Saudaraku..
Memaksimalkan harta yang kita punya, untuk menafkahi keluarga dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab kita dan sisanya banyak kita sedekahkan.
Fenomena yang sering kita lihat adalah orang banyak melakukan sedekah, tapi nafkah keluarganya diabaikan. Atau sebaliknya, tidak sedikit orang yang hanya mementingkan keluarga, sementara orang-orang lemah yang ada di sekitarnya dibiarkan hidup di atas air mata kemiskinan. Dan yang terparah adalah harta yang kita punya, tidak untuk menafkahi keluarga dan tidak juga disedekahkan. Ke mana perginya harta kita jika demikian?. Wallahu a’lam bishawab.
Mudah-mudahan kita bisa memetik buah pelajaran dari nasihat Abu Dzar yang sangat berharga ini, amien ya Rabb.
Riyadh, 26 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far

KIAT-KIAT MERAWAT KEBERKAHAN HARTA

Saudaraku…
Salah satu nikmat terbesar yang Allah swt karuniakan kepada kita adalah nikmat harta. Bahkan harta dan anak-anak, Allah sebut sebagai lambang perhiasan dunia. Artinya ketika kedua-duanya telah berada dalam genggaman kita, seolah-olah kita telah memiliki dunia dan seisinya. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” Al Kahfi: 46.
Penyebutan harta lebih didahulukan daripada anak-anak, tentu memiliki rahasia yang agung. Menjadi aksioma, bahwa banyak orang yang dapat meraih kebahagiaan hidup lantaran memiliki harta, walaupun anak keturunan yang didamba belum hadir meramaikan sebuah keluarga.
Tapi tidak sedikit orang yang hidupnya tak terarah dan linglung, karena menanggung beban hutang yang menyesakan dada. Walaupun ada suara tawa dan tangis anak-anak dalam keluarga.
Maka perpaduan antara harta dan anak-anak, menjadikan kebahagiaan kita dalam hidup terasa sempurna. Walaupun tiada kesempurnaan hakiki selama kaki kita masih menginjak bumi. Karena kesempurnaan itu milik Allah swt dan akan kita raih di akherat sana.
Namun kedua nikmat ini sewaktu-waktu bisa berubah menjadi bencana besar dan kehinaan abadi jika kita tak menjadikannya sebagai sarana taqarrub kepada Allah swt. “Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” At Taghabun: 15.
Saudaraku…
Banyak pintu kebaikan yang tidak mungkin kita buka kecuali dengan harta. Tidak sedikit kran-kran amal shalih, yang tak mengucur melainkan dengan sarana harta.
Zakat, sedekah, menyantuni anak yatim, membiayai sekolah bagi anak-anak yang kurang mampu, membebaskan orang yang dililit hutang, membantu orang yang tak mampu dan yang seirama dengan itu. Itu merupakan contoh peluang amal shalih, yang tak mampu kita raih melainkan dengan harta.
Nabi saw pernah bersabda, “Orang-orang miskin dari umatku masuk ke dalam surga sebelum orang-orang kaya dengan selisih waktu lima ratus tahun.” H.R; Tirmidzi dan Ahmad.
Orang miskin, mendahului orang kaya masuk ke dalam surga sejarak 500 tahun. Namun bukan berarti tingkatan surganya lebih tinggi daripada orang kaya. Tentu tingkatan surga ditentukan oleh banyak atau tidaknya amal shalaih yang kita ukir dalam kehidupan ini.
Jika kita mampu memaksimalkan harta di jalan yang Allah kehendaki dan ridhai, maka sudah barang tentu, tingkatan surga kita lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki harta. Selama kwalitas iman kita sama dengan mereka.
Saudaraku..
Keberkahan harta, perlu kita pelihara dengan sekuat kemampuan kita. Agar ia tak menjadi bencana dan malapetaka bagi kita. Baik di dunia maupun di akherat sana.
Syekh Mustafa Siba’i rahimahullah, menyebutkan ada tiga kiat untuk memelihara keberkahan harta milik kita:
• Mendapatkannya dengan cara yang tidak zalim (sesuai aturan syari’at).
• Membelanjakannya dengan tepat guna, tidak melampaui batas (boros).
• Mengukur (menghemat) pengeluarannya tanpa harus kikir atau pelit.
(hakadza allamatnil hayat).
Saudaraku..
Kita harus selalu memastikan bahwa harta yang masuk ke rumah kita, rekening kita, kantong kita, dikonsumsi tubuh kita dan keluarga, yang telah mewujud sawah ladang kita dan seterusnya. Kita peroleh dari jalan yang halal. Bukan dari jalur yang syubhat. Apatah lagi dari kran-kran yang haram.
Karena mengkonsumsi harta yang haram akan mendapat ancaman di dunia, di liang kubur, terlebih di akherat kelak.
Ancaman di dunia; dicabutnya keberkahan harta, mengendapnya penyakit di dalam tubuh kita atau keluarga kita, menyingkirnya keterkabulan do’a dan yang senada dengan itu.
Ancaman di liang kubur; si pelaku akan di bakar api di dalam kuburnya. Tersebut dalam hadits muttafaq alaih, bahwa Mud’im seorang budak yang ikut serta dalam perang Khaibar bersama Nabi saw. Setelah ia gugur karena terkena panah nyasar, para sahabat berkomentar, “Selamat bergembira, karena ia telah mati syahid.” Nabi saw bersabda, “Tidak demikian, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kain woll yang dikenakannya pada perang Khaibar termasuk harta rampasan perang yang belum diserahkan. Yang dengannya dia akan dibakar api.”
Sedangkan di akherat, tiada daging yang tumbuh dari harta yang haram, terkecuali neraka lebih pantas bagi orang yang melakukannya. “Wahai Ka’ab, tidaklah suatu daging yang tumbuh dari harta yang haram, melainkan api neraka lebih layak untuknya.” Demikian pesan Nabi kepada Ka’ab bin Ajrah dalam sunan Tirmidzi.
Saudaraku..
Bukan hanya harta yang kita dapatkan harus dari jalur yang halal saja, tetapi penyalurannya juga harus pada jalan yang tepat dan sesuai aturan Allah dan rasul-Nya.
Tidak kita salurkan ke tempat-tempat dosa dan maksiat serta tidak kita belanjakan secara boros dan mubazir.
Sekecil apapun kadar harta yang kita belanjakan di jalan maksiat, maka hal itu termasuk pemborosan. Sebaliknya sebanyak apapun harta yang kita keluarkan di jalan ketaatan, maka hal itu bukan termasuk pembaziran harta. Itulah yang pernah diisyaratkan oleh Mujahid rahimahullah.
Saudaraku..
Berhemat, jelas berbeda maknanya dengan pelit alias bakhil. Yang pertama identik dengan nilai positif, dan sebaliknya pelit mengandung arti negative.
Ibnu Katsir mengomentari firman-Nya, “(Ibadurrahman) adalah orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir. Dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian itu.” Al Furqan: 67.
“Yaitu orang-orang yang tidak membelanjakan harta dengan mubazir melebihi kadar kebutuhan (konsumtif) dan tidak pula kikir dalam menafkahi keluarganya (mengurangi hak-hak mereka), apalagi terlalu membatasinya. Tapi mereka mengambil pilihan tengah. Karena sebaik-baik perkara adalah di pertengahannya. Tidak konsumsif dan tidak pula pelit.”
Ali bin Thalib ra pernah bertutur, “Harta yang engkau keluarkan untuk keperluanmu dan keluargamu dengan tidak boros dan kikir serta harta yang engkau sedekahkan adalah harta yang akan menjadi bagianmu. Sedangkan harta yang engkau infakkan karena riya’ dan sum’ah, maka itu merupakan bagian setan.”
Ibnul Jauzi pernah berkata, “Orang yang cerdas merancang dengan akalnya sumber ma’isyahnya di dunia. Jika ia miskin, ia bersungguh-sungguh mengais rezki dan berupaya melepaskan diri dari menghiba menghina diri di depan manusia serta berupaya membatasi ketergantungan terhadap makhluk dan mencukupkan diri dengan sifat qana’ah. Dengan demikian ia akan hidup dengan tidak tergantung kepada manusia dan mulia (terhormat) di tengah-tengah mereka.
Jika ia kaya, hendaknya ia mengatur penyaluran hartanya agar ia tidak jatuh miskin dan merendah hiba di hadapan manusia.”
Saudaraku..
Jika kita cermat dan cerdas memelihara ketiga hal ini, insyaallah keberkahan hidup dapat kita rasakan dan keberkahan harta yang kita punya semakin bertambah dan tak akan pernah berkurang. Wallahu a’lam bishawab.
Riyadh, 23 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far

10+10 NASEHAT UNTUK PEMBERI DAN PENERIMA NASEHAT

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Agama adalah nasehat! Kamipun (para sahabat) bertanya: (Nasehat) untuk / bagi siapa ya Rasulallah? Beliau menjawab: (Nasehat) untuk (beriman kepada) Allah, kitab-Nya, dan Rasul-Nya, serta juga (nasehat) bagi para pemimpin muslimin serta seluruh ummat Islam (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Nasehat menasehati, dengan demikian, adalah salah satu syarat dan pilar utama bagi eksis, terlaksana, dan tegaknya ajaran agama di dalam kehidupan. Sekaligus, ia juga merupakan salah satu faktor penentu utama bagi “hidup” dan “mati”-nya sebuah bangsa, masyarakat dan komunitas. Sehingga, jika sunnah dan budaya saling menasehati ini hidup di tengah-tengah masyarakat atau komunitas, maka berarti masyarakat atau komunitas itu “hidup”. Dan sebaliknya, bila budaya tersebut mati, berarti masyarakat atau komunitaspun telah “mati”.
Selanjutnya, sebesar apa kesiapan seseorang dalam menyambut, menerima dan merespons positif setiap nasehat baik, seperti itulah kadar kebesaran jiwa dan tingkat ketinggian imannya ditentukan. Begitu juga seistiqamah apa ia dalam semangat berbagi nasehat dan komitmen menghidupkan budaya saling menasehati, sebesar dan setinggi itu pulalah keistiqamahan iman dan islamnya dibuktikan.
Namun dalam praktek, aplikasi dan implementasinya di lapangan kehidupan riil, masalah nasehat menasehati dan dinasehati ini tidaklah segampang dan sesederhana teorinya. Banyak hal dan faktor yang bisa memelencengkan pelaksanaan syariah agung ini dari relnya, atau mengeluarkannya dari bingkai syar’inya. Sebagaimana tak sedikit pula faktor dan kondisi yang bisa mempengaruhi seseorang sampai membuatnya begitu sulit untuk menerima nasehat baik dan positif dari pemberi dan penyampainya.
Maka, berikut ini diringkaskan butir-butir nasehat pengingat, dimana sebagiannya tertuju kepada para pemberi dan penyampai nasehat. Sedangkan sebagian yang lain lagi terarahkan untuk pihak obyek penerima nasehat. Semoga manfaat.
10 NASEHAT UNTUK PEMBERI NASEHAT
1. Pahamilah benar bahwa, nasehat menasehati adalah bagian utama dari syariah Islam, yang tentu saja – seperti syariah-syariah Islam yang lain – memiliki syarat, rukun, aturan, kaedah, rambu-rambu, dan semacamnya, yang harus dijaga, diikuti dan ditaati. Sehingga janganlah pernah berfikir dan bersikap asal menasehati begitu saja. Karena di dalam syariah Islam tidak ada yang serba asal atau apalagi asal-asalan! Begitu pula janganlah berprinsip atau berdalil dengan sekadar “pokoknya”!
2. Selain kaidah dan rambu-rambu, aspek efektif tidaknya sebuah nasehat bagi tercapainya tujuan dan target darinya, yakni perubahan dan perbaikan, wajib pula menjadi fokus perhatian dan pertimbangan utama. Dan faktor siapa yang menasehati, siapa yang dinasehati, dalam kondisi dan situasi serta dengan cara dan sarana apa nasehat diberikan, semua itu sangat mempengaruhi dan menentukan hasil, pengaruh dan dampak dari setiap nasehat yang diberikan. Dimana jika sebagian saja diantara faktor-faktor tersebut terabaikan, maka akibatnya nasehat justru menjadi kontra produktif, apalagi jika semuanya.
3. Perhatikan, hati-hati dan waspadalah, jangan sampai ajaran nasehat menasehati yang suci, mulia, agung dan sekaligus indah, justru berbalik menjadi ajang ghibah, namimah dan bahkan fitnah, atau sebagai media hujatan, olok-olokan, perendahan, pencari-carian dan pembeberan kesalahan, dan lain-lain.
4. Jangan syaratkan bahwa, engkau sendirilah yang harus secara langsung memberikan dan meyampaikan nasehat kepada obyek ternasehati. Melainkan jadikanlah tujuan dan kepentingan utamamu adalah tersampaikannya nasehat kepada yang bersangkutan dan efektif nasehat dalam memenuhi target perubahan dan perbaikan yang diharapkan, siapapun pemberi dan penyampainya. Karena seperti yang telah disebutkan di muka bahwa, salah satu faktor penting bagi efektifnya sebuah nasehat, adalah siapa yang menasehati dipadu dengan siapa yang dinasehati. Dimana dituntut adanya kecocokan, kesesuaian dan ketepatan tertentu antar keduanya. Misalnya A lebih cocok dan lebih sesuai jika dinasehati oleh D atau E, dan bukan oleh B ataupun C. Begitu pula F misalnya yang justru lebih tepat jika penasehatnya adalah X, Y atau Z, dan bukan G, H, I ataupun yang lainnya lagi. Demikian seterusnya.
5. Berikanlah nasehat dengan ikhlas, jujur dan benar-benar tulus ingin agar yang dinasehati menyambut dan menerimanya dengan baik, serta bagaimana nasehat bisa memenuhi sasarannya dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan. Dan jangan sekali-kali menyampaikan nasehat dengan motivasi sekadar pelampiasan atau pemuasan diri!
6. Nasehatilah orang lain dengan bahasa dan cara yang dengannya engkau yakin atau harap bahwa, ia akan menyambut, menerima dan meresponsnya secara baik dan positif.
7. Janganlah menasehati orang dengan bahasa dan cara yang dengannya engkau sendiri yakin atau menduga kuat bahwa, ia justru akan menolaknya atau enggan menerimanya.
8. Janganlah menasehati dan mengingatkan orang dengan bahasa dan cara, dimana engkau sendiri tidak suka dan tidak ingin andai dinasehati dan diingatkan dengan bahasa dan cara serupa. Jadi setiap kali hendak menasehati dan mengingatkan orang lain, asumsikan bahwa, engkaulah yang berada di posisinya sebagai obyek penerima nasehat dan ia berada di posisimu menjadi subyek pemberi nasehat. Lalu bayangkanlah bentuk dan cara nasehat seperti apa yang engkau ingini, sukai dan harapkan darinya?
9. Niatkanlah setiap nasehatmu adalah tertuju pertama kali kepada dirimu sendiri sebelum orang lain. Hal itu didorong dan didasari oleh kesadaran yang baik bahwa, engkau tetaplah orang yang lebih membutuhkan nasehatmu sendiri daripada orang yang engkau nasehati. Disamping karena sikap seperti itu akan menjadi salah satu faktor penentu, pengarah dan pengontrol penting, dalam bentuk dan dengan cara apa nasehat sebaiknya engkau berikan dan sampaikan.
10. Berbaik sangkalah selalu terhadap setiap obyek penerima nasehat, siapapun orangnya dan apapun respons yang ditunjukkannya. Kalaupun tampak olehmu bahwa, ia bersikap menolak atau enggan menerima, maka katakanlah dalam hati: boleh jadi ia justru sedang berfikir keras sambil menata dan mempersiapkan hati, bagaimana cara mengikuti nasehat yang diterimanya itu. Hanya saja ia malu mengatakannya. Maka penting pula diingatkan disini, agar jangan pernah seorang pemberi nasehat mensyaratkan nasehatnya harus diterima, diikuti dan dilaksanakan secara serta merta atau seketika itu juga. Karena hal itu justru tidak sesuai kaedah. Sebab umumnya orang butuh waktu untuk bisa menangkap, mencerna, memahami, lalu melaksanakan secara bertahap setiap nasehat pengingat yang diterimanya.
10 NASEHAT UNTUK PENERIMA NASEHAT
1. Yakinkan diri bahwa, engkau adalah makhluk lemah yang banyak lupa dan salah. Sehingga karenanya, senantiasa membutuhkan nasehat pengingat dari orang lain, siapapun dia, dan apapun status serta kapasitas orang lain itu.
2. Husnudzanlah kepada setiap pemberi nasehat, siapapun dia dan apapun caranya, bahwa, ia adalah sosok yang “dikirim” oleh Allah kepadamu, demi kebaikan dan kemaslatan dirimu. Sebagaimana Allah seringkali mengirimkan berbagai bentuk ujian, cobaan, musibah, bencana dan semacamnya, agar hamba-hamba-Nya yang disayangi-Nya mau segera sadar, kembali dan memperbaiki diri.
3. Latih, biasakan dan sabarkan diri agar bisa menerima setiap nasehat baik, dari siapapun dan dengan cara apapun ia disampaikan, termasuk dengan cara yang paling tidak mengenakkan sekalipun.
4. Jangan pilih-pilih, jangan membatasi dan jangan mengurung diri dengan hanya mau menerima nasehat dari orang-orang yang engkau sukai dan ingini saja, jika tidak hendak merugi sendiri. Karena belum tentu orang yang engkau sukai dan ingini itu mau atau mampu menasehatimu, di saat yang engkau butuhkan dan harapkan.
5. Janganlah pernah mensyaratkan hanya mau menerima nasehat dari orang-orang tertentu saja atau dengan cara-cara tertentu saja. Karena umumnya masing-masing orang memiliki metode, cara dan gayanya sendiri dalam menyampaikan nasehat.
6. Jangan pernah sekali-kali mensyaratkan hanya mau menerima nasehat pengingat dari orang yang sempurna tanpa cacat. Karena orang seperti itu tidak akan pernah engkau jumpai, di ujung dunia manapun. Itu berarti engkau tidak akan mendapatkan orang yang menasehatimu. Dan, ujung-ujungnya, engkau sendirilah yang akan merugi sendiri.
7. Janganlah melihat siapa yang menasehati. Tapi lihat dan perhatikanlah apa yang dinasehatkannya.
8. Biasakan dan istiqamahkan diri untuk senantiasa berbaik sangka terhadap setiap pemberi nasehat, siapapun orangnya dan bagaimanapun cara yang digunakannya. Sehingga saat ada yang menasehatimu dengan cara dan bahasa yang tidak hikmah misalnya, maka katakanlah dalam hati: sebenarnya niatnya tulus dan semangatnya baik serta terpuji, hanya saja mungkin karena belum tahu sehingga salah dalam cara dan kata!
9. Jika ada yang menasehati dan mengingatkanmu dengan cara yang tidak bijak atau kurang hikmah, maka janganlah membalasnya dengan sikap yang tidak bijak dan kurang hikmah pula. Misalnya dengan menolak mentah-mentah nasehatnya, lalu balik menasehatinya dengan cara yang tidak lebih bijak dan tidak lebih hikmah. Melainkan terima dan syukurilah esensi nasehatnya, lalu nasehati dan ingatkanlah ia agar lebih baik, lebih bijak dan lebih hikmah dalam memberikan serta menyampaikan nasehat kepada siapapun.
10. Saat mendapatkan nasehat pengingat dari seseorang, jangalah berfikir dan bertanya: apakah ia sendiri telah melaksanakan isi nasehatnya itu. Disamping hal itu memang tidak disyaratkan, juga karena sikap seperti itu biasanya akan menghalangi seseorang untuk bisa mengambil manfaat dari setiap nasehat kepadanya.
Oleh:Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA

KETERGELINCIRAN ITU SERINGKALI BERAWAL DARI LISAN KITA

Saudaraku…
Siang itu, suasana sangat panas seperti suasana Riyadh saat ini, di mana suhu panasnya telah mencapai 56°C. Seorang lelaki datang menemui Salman Al farisi ra untuk meminta nasihat. Karena ia menyadari kekurangan dirinya, bahwa ia sulit mengendalikan lisannya saat marah dan kerap terjatuh pada pembicaraan yang tidak bermanfaat, dan perkataan dusta.
Syekh Shalih Ahmad Al Sami merangkum dialog keduanya dalam buku “mawa’id as shahabah”, berikut petikannya.
Lelaki itu berkata kepada Salman, “Berilah aku nasihat!.”
“Jangan engkau berbicara sepatah katapun!.” Kata Salman.
Lelaki itu berkata, “Tiada seorangpun yang hidup di tengah-tengah manusia, mampu untuk tak berbicara dengan mereka.”
Salman berkata, “Jika terpaksa engkau harus berbicara dengan mereka, maka ucapkanlah perkataan yang baik. Atau jika tidak, lebih baik engkau diam.”
Lelaki itu berkata, “Tambahkan untukku nasihatmu!.”
Salman berkata, “Jangan engkau marah!.”
Lelaki itu berkata, “Menahan marah terkadang membuatku pingsan tak sadarkan diri.”
Salman berkata, “Jika terpaksa engkau harus marah, maka tahanlah lisan dan tanganmu!.”
Lelaki itu berkata, “Tambahkanlah nasihatmu!.”
Salman berkata, “Jangan engkau bergaul dengan manusia!.”
Lelaki itu berkata, “Apakah ada orang yang hidup (di dunia) dan ia tidak bergaul dengan orang lain?.”
Salman berkata, “Jika terpaksa engkau bergaul dengan mereka, maka jujurlah dalam pembicaraanmu dan tunaikanlah amanah!.”
Saudaraku…
Salah satu kunci kesuksesan sahabat dalam meretasi hidup di dunia ini adalah sadar dengan kekurangan diri dan membuka diri kepada orang lain yang dianggap mampu untuk memberikan solusi bagi perbaikan dirinya.
Berbeda dengan kita. Yang terkadang tak sadar dengan kekurangan diri kita. Ironinya, saat orang lain memberikan informasi perihal kekurangan kita, justru kita marah dan emosi serta menuduhnya telah mencemarkan nama baik kita.
Pepatah mengatakan, “lisanmu adalah harimaumu.” Sangat tepat untuk menggambarkan bahwa banyak bencana dan malapetaka, baik di dunia maupun di akherat, dipicu oleh ketergelinciran lisan.
Salman Al Farisi ra menyebutkan dalam nasihatnya di atas, bahwa di antara bentuk ketergelinciran lisan adalah berbicara yang sia-sia, meluapkan amarah dan dusta dalam pembicaraan.
Saudaraku..
Berbicara yang benar, lurus, berfaedah, bermanfaat bagi diri pribadi dan orang lain dan yang seirama dengan itu, merupakan parameter keimanan kita. Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berbicara yang baik atau lebih baik diam.” Muttafaq alaih.
Berkata yang baik mengandung tiga muatan seperti dalam surat An Nisa; 114 yaitu; perkataan yang memerintahkan sedekah, berbuat ma’ruf (melakukan kewajiban dan yang disunnahkan serta meninggalkan yang diharamkan, syubhat dan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya) dan mengadakan perdamaian di antara manusia.
Diam tidak berkata-kata, merupakan pilihan terakhir jika kita tak mampu melakukan ketiga hal tersebut.
Abu Darda’ ra menyebutkan bahwa salah satu sifat dasar yang melekat pada diri orang yang jahil adalah; banyak berbicara yang tidak berfaedah.
Saudaraku..
Banyak bencana dan tsunami sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dipicu oleh kelemahan dan ketidak mampuan diri dalam meredam amarah yang berkecamuk di dalam jiwa.
Pertikaian, perkelahian, perceraian, pembunuhan, amukan massa, pembakaran dan yang senada dengan itu, sering berawal dari luapan kemarahan yang berlebihan.
Orang mukmin yang mampu menguasai dirinya saat marah padahal ia sanggup untuk meluapkannya, maka ia akan mengalirkan kesejukan dan keteduhan serta kenyamanan bagi dirinya dan orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Untuk itu wajar, jika Nabi saw menjanjikan bidadari surga yang ia sukai. “Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal ia mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat untuk memberinya pilihan bidadari mana yang ia inginkan.” H.R; Tirmidzi.
Saudaraku..
Dusta, merupakan sifat kaum munafiq dan zindiq yang diwariskan kepada kita. Namun, kita saksikan pakaian dusta ini sering dikenakan oleh politisi, pengacara, pejabat, pengusaha, pedagang, petani, pendidik, peserta didik, pengelola travel haji dan umrah, petugas Bea Cukai, dan mungkin oleh kita sendiri. Seolah-olah suatu tujuan, tidak mungkin tercapai melainkan dengan dusta, Wal ‘iyadzu billah.
Nabi saw pernah mengingatkan kita, “Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia ingkar, dan apabila dipercaya dia berkhianat.” H.R; Bukhari.
Dusta, berada di urutan pertama dari sifat munafiq sebelum ingkar janji dan mengkhianati amanah. Sebab wallahu a’lam, sifat yang kedua dan ketiga biasanya dipicu oleh sifat yang pertama, yakni; dusta.
Al Auza’i pernah berkata, “(Karakter) orang mu’min itu sedikit bicara dan banyak beramal, sedangkan (karakter) orang munafik itu banyak bicara dan sedikit amal.”
Saudaraku..
Jaga lisan kita, jika kita ingin selamat di dunia dan sukses di akherat sana. Nabi saw pernah bersabda, “Barangsiapa yang dapat menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (mulut) dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya.” H.R; Bukhari dan Tirmidzi.
Ya Rabbana, bantulah kami untuk selalu berkata-kata yang baik, meninggalkan perkataan yang sia-sia, mampu bersikap bijak di kala marah dan jujur dalam pembicaraan. Amien.
Riyadh, 25 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

MURSI DAN HANIYA SERTA KELUARGA MEREKA ADALAH PEMIMPIN DUNIA PERTAMA YANG HAFAL AL QUR'AN

Presiden terpilih Mesir Mohammed Mursi merupakan Presiden Mesir pertama yang hafal Alquran. Pria bernama lengkap Mohammed Mursi Issa Ayyat ini bahkan bersama Istri dan seluruh anaknya adalah penghafal Alquran.

Pria yang pernah merasakan dibalik jeruji ketika pemerintahan Anwar Saddat dan Hosni Mubarak ini dikaruniai 5 orang anak dan 3 orang cucu.

Selain Mursi, pemimpin dunia yang juga penghafal Alquran adalah Perdana Menteri Hamas, Ismail Haniya. bahkan anaknya yang bernama Aid berhasil menyempurnakan hafalan Alquran dalam 35 hari dan memperoleh gelar mumtaz (sempurna).

Baik Mursi maupun Haniya memiliki akar yang sama, yakni Ikhwanul Muslimin. Mursi mewakili sayap politik Ikhwan di Mesir lewat Partai Kebebasan dan Keadilan. Sedangkan Haniya adalah pemimpin Hamas yang didirikan Syaikh Ahmad Yassin sebagai pengejawantahan perjuangan Ikhwanul Muslimin di Palestina.

Bahkan dalam kampanyenya, Mursi pernah berujar jika menang, ibu kota Mesir akan dipindahkan ke Yerusalem sebagai bentuk dukungan bagi masyarakat Palestina.

sumber : republika

Senin, 18 Juni 2012

MENGUMPULKAN PUNDI-PUNDI KEBAIKAN

Saudaraku…
Salah satu kiat mengetuk pintu surga Allah Swt yang menjadi dambaan kita semua adalah menghimpun pundi-pundi kebaikan dan amal shalih. Karena ia merupakan bukti kelurusan dan kedalaman iman kita. Tiada iman tanpa amal shalih. Dan amal shalih tanpa iman adalah hampa bagaikan fatamorgana. Sia-sia tak berbekas di akherat sana.
Untuk itu, jika kita cermati ayat-ayat dalam al Qur’an, maka kita dapati antara iman dan amal shalih selalu disebut beriringan. Karena keduanya telah menyatu, tak mungkin dipisah-pisahkan antara yang satu dengan lainnya.
Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya.” Al Baqarah: 82.
Banyaknya ukiran amal-amal shalih merupakan bukti kelurusan dan kedalaman iman kita. Sebaliknya keringnya amal dan kebaikan yang kita perbuat merupakan lambang rapuh dan ringkihnya iman dalam kalbu kita.
Saudaraku..
Ali bin Abu Thalib ra pernah menasihati kita,
“Kebaikan tak diraih dengan memperbanyak harta dan anak-anak. Tetapi kebaikan terhimpun dengan memperbanyak amal dan memperbesar mimpi serta bergegas bersimpuh di hadapan Rabb-mu.
Jika banyak kebaikan yang terukir, maka pujilah Tuhanmu. Dan jika sebaliknya, maka beristighfarlah kepada-Nya.
Tiada kebaikan di dunia, melainkan terdapat pada salah satu dari dua orang:
Seorang hamba yang melakukan dosa, lalu ia sadar dan segera mengiringi keteledorannya dengan taubat.
Atau seseorang yang bergegas melakukan kebaikan.”
(Mawa’izh as shahabah, karya; Shalih Ahmad Asy Syami).
Saudaraku…
Secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa pundi-pundi kebaikan dan amal shalih (dari nasihat Ali bin Abu Thalib ra) dapat kita himpun dengan cara berikut:
• Mengoptimalkan harta dan anak keturunan sebagai peluang dan modal amal-amal shalih kita.
• Memperbesar mimpi.
• Menjaga keharmonisan hubungan kita dengan sang Maha Pencipta.
• Evaluasi diri setiap hari.
• Bertaubat dari dosa.
• Memaksimalkan peluang kebaikan.
Saudaraku..
Tidak sedikit manusia yang mengukur suatu kemuliaan, kehormatan dan kedudukan di masyarakat diraih dengan harta dan anak keturunan. Artinya semakin banyak harta yang kita punya didukung dengan anak-anak yang sukses dan berprestasi dari sisi duniawi. Maka kedudukannya di masyarakat semakin terhormat dan mulia.
Padahal sejatinya harta dan anak-anak, merupakan perhiasan dunia yang menipu dan menyilaukan pemiliknya. Selama harta tak dibelanjakan dan diinvestasikan di jalan yang Allah ridhai. Jikalau anak-anak tak dididik dan diarahkan untuk menjadi abdi Rabb-nya dan menjadi generasi penerus bagi perjuangan orang tuanya.
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi harapan.” Al Kahfi: 46.
Saudaraku..
Memperbesar mimpi (baca; cita-cita) merupakan batu loncatan untuk mengukir prestasi di hadapan-Nya, inspirator untuk mendaki puncak ubudiyah. Untuk itu Nabi saw memberikan arahan kepada umatnya, jika kita bercita-cita meraih surga agar meraih tingkatan surga tertinggi. Yaitu; surga Firdaus.
“Sesungguhnya Firdaus itulah tempat (surga) terbaik dan tertinggi derajatnya. Di atas Firdaus terdapat Arsy Allah dan dari situ mengalir sungai-sungai surga. ” H.R; Bukhari.
“Surga itu memiliki seratus tingkatan, dan setiap tingkatan jaraknya antara langit dan bumi, yang paling tinggi adalah surga firdaus …… Jika kalian meminta kepada Allah (surga), maka mintalah kepada-Nya surga Firdaus.” H.R; Ibnu Majah.
Di dalam shahih Muslim disebutkan bahwa ketika Nabi saw mendengar cita-cita salah seorang sahabatnya yang bernama Rabi’ah bin Kaab al Aslami. Di mana ia bercita-cita menjadi tetangga beliau di surga, beliau berpesan, “Bantulah aku untuk memenuhi keinginanmu dengan memperbanyak sujud.”
Cita-cita luhur yang tak diimbangi dengan kesungguhan dalam meraihnya adalah angan-angan kosong dan lamunan semu. Untuk itu Imam Nawawi meletakkan hadits ini dalam kitab Riyadhus shalihin pada bab ‘mujahadah’ (bersungguh-sungguh). Karena untuk meraih surga dan bahkan menjadi tetangga Nabi saw di surga bukanlah perkara yang mudah dan ringan. Membutuhkan kesungguhan puncak. Salah satu cara yang beliau tuntunkan adalah memperbanyak sujud. Artinya memperbanyak ibadah kepada Allah Swt.
Saudaraku..
Menjaga keharmonisan hubungan kita dengan sang Maha Pencipta, dapat kita tempuh dengan jalan mengukir amal-amal rahasia. Yang hanya diketahui oleh kita dan kekasih sejati kita. Bangun di tengah malam untuk shalat tahajjud dan bermunajat serta berkhalwat dengan-Nya. Di saat manusia lain sedang asyik menikmati mimpi-mimpi indahnya.
Mengosongkan perut dengan puasa sunnah, kala orang lain kekenyangan. Menikmati pesan-pesan Rabbani dalam alunan ayat-ayat-Nya yang suci, kala orang lain terbuai dengan alunan musik dan senandung lagu yang melalaikan, sinetron yang mempertontonkan aurat dan seterusnya.
Tanpa amal-amal rahasia, mustahil kita meraih kedekatan dan cinta-Nya.
Saudaraku..
Biasakanlah sebelum tidur di malam hari, kita mengevaluasi diri atau bermuhasabah. Jadi kita bermuhasabah tidak hanya kita lakukan saat pergantian tahun. Atau sewaktu ada acara mabit bersama dan qiyamullail. Tapi kita jadikan muhasabah sebagai penutup hari-hari kita. Bukankah para pedagang biasa menghitung keuntungan atau barangkali kerugiannya setiap hari?
Jika di hari-hari yang telah lewat, banyak ukiran amal shalih dan kebaikan yang kita perbuat, maka biasakan lidah kita mengucapkan ‘al hamdulillah’. Memuji kebaikan-Nya atas kita. Karena tiada kebaikan yang kita perbuat dan tiada amal shalih yang mampu kita lakukan, melainkan dengan pertolongan dan taufiq dari-Nya. Maka kita kembalikan segala pujian kepada-Nya.
Namun, jika sebaliknya. Ada defisit amal shalih pada hari-hari yang telah kita lewati. Atau banyak peluang kebaikan yang terbuang percuma. Maka kita akui keteledoran dan kekurangan kita dengan ucapan ‘astaghfirullah’. Agar kita terbiasa mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kekeliruan kita. Terlebih kepada Zat yang selalu melapangkan kebaikan dan menghamparkan kemudahan kepada kita.
Saudaraku..
Bukanlah aib kita melakukan kekeliruan, kekhilafan, kesalahan dan dosa. Karena kita adalah manusia. Summina insanan linisyanina, dinamakan manusia karena kealpaan kita. Artinya lupa dan salah memang tabiat dasar manusia.
Tapi yang menjadi aib adalah apabila kita lupa, salah, khilaf, keliru, dan tergelincir dalam perbuatan dosa dan maksiat, tapi kita tak mengakui kesalahan kita. Kita tak sadar dengan kekeliruan kita. Dan yang lebih berbahaya adalah pada saat kita justru menikmati dosa dan maksiat yang kita lakukan. Na’udzu billah min dzalik.
Jika demikian, berarti hati kita telah mati. Jiwa kita telah gelap dan hitam dengan maksiat.
Hati seorang mukmin yang sehat, adalah hati yang akan tersengat dan terbakar jika anggota tubuh lain melakukan dosa dan maksiat. Sehingga lisannya segera beristighfar, matanya berlinang, hatinya bergetar karena takut siksa-Nya dan anggota tubuh yang lain melakukan kebaikan dan pahatan amal shalih.
Taubat, idealnya menjadi profesi hidup kita. Di mana hari-hari kita, dihiasi taubat dan istighfar kepada-Nya. Kita beristighfar setelah melakukan ketaatan. Beristighfar kala meraih kesuksesan. Dan sudah barang tentu beristighfar setelah melakukan dosa dann maksiat.
Saudaraku..
Hidup di dunia ibarat perlombaan lari bagi kita. Siapa yang menyiapkan diri dengan baik. Dan membiasakan diri dengan latihan-latihan yang baik dan rutin. Ditambah dengan kesungguhan maksimal, insyaallah kita akan menjadi juara dan pemenang.
Terlebih kita sekarang sedang berlomba lari demi meraih kemenangan sejati. Yaitu keridhaan Allah dan surga-Nya.
Para sahabat telah mengerahkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Raga, harta, waktu, potensi dan bahkan jiwa mereka korbankan, demi meraih satu tiket di surga. Bagaimana dengan kita? Wallahu a’lam bishawab.
Riyadh, 12 Juni 2012 M
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

4 MODEL WANITA PENDAMPING HIDUP KITA


Saudaraku…
Kehadiran kaum hawa dalam kehidupan kita adalah penyempurna kebahagiaan kita dalam hidup. Artinya tanpa kehadirannya, maka kebahagiaan yang kita kecap adalah semu, hambar tak bermakna.
Kesuksesan kita di berbagai sisi kehidupan, tak luput dari peran besar mereka. Sukses di bidang keagamaan, medan perjuangan, pentas politik, bisnis, pendidikan, sosial kemasyarakatan, lahan pertanian dan perkebunan, dunia olah raga dan lain sebagainya.
“Di belakang pria hebat, selalu ada wanita tangguh”, demikian kata pepatah yang sering terdengar di telinga kita.
Kita yang barangkali mengamati perkembangan dunia sepak bola akan menemukan kebenaran ungkapan ini dalam diri Robin Van Persie (RVP).
Van Persie tampil cemerlang bersama Arsenal di musim 2011/2012. Dia mencetak 30 gol dalam 38 penampilan di Liga Inggris dan menjadi top skorer, plus dianugerahi penghargaan sebagai pemain terbaik versi jurnalis Inggris.
Dia mengungkapkan, konsistensi penampilannya di atas lapangan adalah berkat koreksi dari ibunya, sang istri Bouchra (wanita Belanda berdarah Maroko), Dina anak perempuannya, serta kedua saudara perempuannya, Kiki dan Lily. (sumber: sport.detik.com).
Saudaraku..
Demikian pula kegagalan kaum pria di beberapa sektor dan lini kehidupan, juga sering disebabkan faktor kaum hawa yang ada di belakangnya.
Kita ambilkan contoh yang mudah, banyak politisi di negeri kita yang sedang naik daun, tiba-tiba namanya hancur berkeping-keping dan harapan jaya pun musnah setelah tersandung kausu skandal seks dengan kaum hawa. Bisa jadi sesama politisi, atau artis dan selebritis. Atau bisa jadi wanita biasa, tapi sanggup menaklukan hatinya. Dan banyak cerita senada yang biasa kita dengar di sekitar kita.
Saudaraku…
Syekh Mustafa Siba’i rahimahullah membagi wanita yang ada di sekitar kita menjadi 4 model:
Sebagai racun, penawar, penyakit dan obat.
Wanita cerdas, yang berakhlak mulia dan halus perasaannya, adalah penawar hati bagi sang suami. Ia dapat menghilangkan kelelahan jiwa dan melenyapkan kelemahan fisik.
Wanita yang tak memiliki kecerdasan dan berpikiran sempit, menjadi racun dalam keluarga. Ia dapat merusak anggota keluarganya dengan virus kecemasan dan bakteri kematian (sekarat).
Wanita sombong lagi terpedaya, menularkan penyakit mematikan terhadap suaminya. Di mana sang suami tak dapat membebaskan diri dari pengaruh buruknya melainkan dengan jalan melepaskan ikatan pernikahan atau mencari madu baginya. Kedua-duanya pahit dirasa dan berat akibatnya.
Wanita shalihah dan istiqamah, merupakan obat bagi suami dan masyarakatnya dari berbagai warna keburukan dan malapetaka.
(DR. Mustafa Siba’i rahimahullah).
Saudaraku..
Model pertama dari wanita di sekitar kita adalah wanita yang tak ubahnya sebagai racun dalam kehidupan kita.
Orang yang terkena racun akan mengalami ganguan pada tubuhnya, seperti mual, sakit kepala, nyeri hebat, muntah, diare, kejang-kejang, lumpuh, tak sadarkan diri dan bahkan berakibat pada kematian.
Demikian halnya, jika kita memiliki istri yang memiliki karakter dan model ini, maka kehidupan kita akan sangat terganggu. Mengalami kelelahan mental, depresi, dan bahkan bisa mengganggu jiwa kita.
Melupakan kebaikan suami. Kufur dengan pemberiannya. Tak pernah puas dengan nafkah yang diberikannya. Tak menerima kekurangan suami. Tak terampil mengurus rumah yang menjadi singgasananya. Pendidikan anak-anak diabaikan. Aib suami disebar luaskan kepada masyarakat. Memandang persoalan keluarga dengan pandangan sempit dan picik. Enggan mendaki puncak ubudiyah dan seterusnya.
Istri model ini, akan mengguncang kehidupan kita. Mengakibatkan kematian mental sebelum kematian jasad.
Saudaraku..
Model istri kedua adalah istri yang berperan sebagai penawar. Ia cerdas, berpendidikan, berbudi pekerti mulia dan halus perasaannya. Dan ini kebalikan dari model wanita yang pertama.
Seperti halnya sebuah penawar, ia bisa mengembalikan keadaan yang gawat dan kritis menjadi pulih kembali seperti sedia kala.
Dengan kecerdasannya, ia bisa membantu memecahkan persoalan yang dihadapi oleh suaminya di tempat kerja ataupun di tengah-tengah masyarakatnya. Mengembalikan kepercayaan diri suaminya saat mengalami kegagalan dalam bisnis, tak bersinar di pentas politik, urung meraih cita-cita dan seterusnya.
Dengan keindahan akhlaknya, ia sanggup membahagiakan suaminya secara zahir dan bathin. Kepenatan dan kelelahan suami sepulangnya dari tempat kerja, menjadi sirna dan hilang seketika saat melihat sang istri menyambut kedatangannya dengan hangat, menghadirkan seulas senyum tulus merekah, dan dengan kehangatan teh Lipton keikhlasan.
Saudaraku..
Model ketiga, adalah istri yang tak ubahnya seperti penyakit. Wanita yang sombong dan angkuh terhadap suaminya.
Bisa jadi keangkuhan dan kesombongannya dilatar belakangi oleh pendidikan yang lebih tinggi dari suaminya. Keturunan ningrat dan terhormat. Berasal dari keluarga TAJIR. Anak pejabat Negara. Kedudukannya lebih terhormat dan seterusnya.
Dengan itu semua, ia mengganggap suaminya rendah dan tak bermartabat. Sehingga ia berkuasa penuh di singgasanya. Ia berbuat dan bertingkah laku semaunya. Datang dan pergi kapan ia mau. Suami tak memiliki hak untuk melarang apatah lagi mengatur urusan pribadinya.
Bila ini terjadi, maka suami lebih menderita daripada terkena serangan stroke, sesak nafas parah, lumpuh, saraf dan seterusnya.
Dalam keadaan seperti ini sang suami benar-benar tersiksa zahir dan bathin. Merana luar dan dalam. Dunia menjadi gelap. Seolah-olah hidup yang dijalani telah berubah menjadi neraka baginya.
Sauadaraku..
Model terakhir, dan tentu menjadi dambaan semua orang. Yakni wanita shalihah dan istiqamah. Cantik secara zahir dan bathin. Sempurna luar dan dalam. Wanita model ini, yang akan membuat suami tersenyum simpul setiap saat. Walaupun usia pernikahan mulai uzur, tapi cinta dan kemesraan serta keharmonisan dalam keluarga tak pernah luntur. Seolah-olah bulan madu tak pernah sirna.
Bisa jadi, ia lahir di keluarga ningrat. Atau anak pejabat Negara dan menteri. Pendidikannya lebih tinggi dari suaminya. Penghasilannya lebih besar dari suami. Tapi hal itu tidak menjadikannya bertingkah angkuh dan congkak di hadapan suaminya. Justru kelebihan yang dimilikinya seperti harta, kedudukan dan yang senada dengan itu, ia manfaatkan untuk mendukung perjuangan dan kesuksesan suami sebagai al qawwam (pemimpin) dalam keluarga.
Karena dengan pemahaman agama yang baik dan benar, ia tahu bahwa suami adalah sosok yang bisa membimbingnya ke surga. Dan ketidak taatannya pada suami menyebabkan ia terlempar ke jurang neraka.
Ia sadar, bahwa suami adalah imam dalam ibadahnya dan nahkoda dalam pelayaran keluarga. Yang harus ditaati dan diikuti secara penuh. Selama sang suami menjadi imam dan nahkoda yang benar.
Ketika arah perjalanan kapal keluarga mulai berubah arah atau ada kekhilafan dan kealpaan saat menjadi imam. Ia dengan bijak dan sabar serta dengan kehalusan bahasa, ia ingatkan dan tegur sang suami. Agar kapal keluarga kembali ke jalur yang benar. Dan agar shalat yang didirikan sah sesuai dengan tuntunan nabi. Walau pun harus dengan melakukan sujud sahwi.
Saudaraku..
Model wanita pertama dan ketiga, merubah warna pelangi pernikahan menjadi awan yang menggelapkan langit keluarga dan asap tebal yang menyesakkan dada suami dan anggota keluarga. ‘Baiti nari’, rumahku adalah neraka menjelma di alam realita.
Wanita kedua model inilah yang akan memenuhi ruangan di neraka. Rasulullah saw bersabda, “Aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita.” Sahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?.”
Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka.”
Kemudian (sahabat) melanjutkan pertanyaannya, “Apakah mereka kufur kepada Allah?.”
Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” H.R; Bukhari.
Saudaraku..
Adapun model wanita kedua dan keempat; wanita yang berperan sebagai penawar dan obat. Keduanya menjadikan langit keluarga selalu cerah dan berseri. Walaupun terkadang cuaca di luar cukup panas, mendung, berawan dan hujan deras mengguyur bumi.
Ia adalah sebaik-baik perhiasan dunia, sebagaimana sabda Nabi saw, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita salehah” H.R; Muslim dan Nasa’i.
Wanita kedua model inilah yang akan memenuhi surga yang seluas langit dan bumi. Nabi saw pernah bersabda, “Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga kesucian dirinya, mentaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.” H.R; Ahmad.
Saudaraku..
Sudahkah kita memiliki istri yang selalu menjadi penawar dan obat dalam hidup kita? Semoga kita telah mendapatkannya. Amien.

Riyadh, 02 Juni 2012 M.
Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

DOA UNTUK KEMENANGAN REVOLUSI MESIR

Hari Sabtu dan Ahad (16-17 Juni 2012) pilpres Mesir putaran kedua di dalam negeri akan berlangsung. Doa kita semua umat Islam di seluruh dunia sepanjang hari ini dan hari-hari berikutnya; dalam sujud, saat shalat dan di luar shalat, sangat penting bagi kemenangan capres revolusi, Dr. Muhammad Mursi.
Berikut ini sekedar alternatif doa yang bisa kita baca, tentu dengan tetap memenuhi adab-adab doa agar dikabulkan oleh Allah SWT.:
 
 
 اَللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ نَسْأَلُكَ  أَنْ تَنْصُرَ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِينَ فِي مِصْرَ عَلَى أَعْدَائِهِم. 
“Ya Allah, Ya Hayyu Ya Qayyuum, Ya Dzal Jalaali wal Ikraam, kami memohon kepada-Mu agar Engkau menolong saudara-saudara kami kaum muslimin di Mesir atas musuh-musuh mereka. 
 
اللَّهُمَّ احْرُسْهُمْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَنَامُ ، وَاحْفَظْهُمْ فِي كَنَفِكَ الَّذِي لَا يُرَامُ
Ya Allah, jagalah mereka dengan mata-Mu yang tak pernah tertidur, lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu yang tak kan bisa ditembus. 
 
اللَّهُمَّ افْتَحْ لِأخِيْنا مُحَمَّد مُرْسِي قُلُوبَ الْمِصْرِيِّيْنَ وَ وَلِّهِ عَلَيْهِمْ يَا عَزِيْزُ يَا حَكْيمُ
Ya Allah bukakanlah hati seluruh rakyat Mesir untuk saudara kami Dr. Muhammad Mursi, jadikanlah ia pemimpin bagi mereka ya ‘Aziiz ya Hakiim. 
 
اللَّهُمَّ وَفِّقْهُ وَبِطَانَتَهُ لِخِدْمَةِ الْعِبَادِ وَالبِلادِ وَنُصْرَةِ الإِسْلاَمِ وَ الْمُسْلِمِينَ
Ya Allah, berikan taufiq kepadanya dan para pembantunya kelak untuk berkhidmat kepada masyarakat dan negeri Mesir, dan untuk membela Islam dan kaum muslimin.”
 
اَللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيّوْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا مُجِيْبَ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّ إِذَا دَعَاكَ نَسْأَلُكَ أَنْ تُعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِميْنَ وَأَنْ تُذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَنْ تُدَمِّرَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَنْ تَجْعَلَ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ
Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, Pemilik segala keagungan dan kemuliaan, Yang Maha Mengabulkan doa orang yang berada dalam kesulitan, kami memohon kepadamu agar Engkau memuliakan Islam dan kaum muslimin, menghinakan kemusyrikan dan orang-orang musyrik, menghancurkan musuh-musuh agama, dan menjadikan negeri ini dan negeri-negeri kaum muslimin lainnya aman dan tenteram.

اَللَّهُمَّ أَنْزِلْ بَأْسَكَ الَّذِيْ لاَ يُرَدُّ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ
Ya Allah, turunkan azab-Mu kepada mereka, azab yang tidak akan ditarik dari orang-orang yang banyak berbuat dosa.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.
Ya Allah, tolonglah dan menangkanlah saudara-saudara kami kaum muslimin para mujahidin di jalan-Mu di mana pun mereka berada.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلاَةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَدْلِ فِيْ رَعَايَاهُمْ وَالرِّفْقِ بِهِمْ وَالاِعْتِنَاءِ بِمَصَالِحِهِمْ وَحَبِّبْهُمْ إِلَى الرَّعِيَّةِ وَحَبِّبِ الرَّعِيَّةَ إِلَيْهِمْ
Ya Allah, perbaikilah (akhlaq) para pemimpin kaum muslimin, bimbinglah mereka dalam menegakkan keadilan, menyayangi, dan memperhatikan kepentingan rakyat. Tumbuhkan kecintaan rakyat kepada mereka dan kecintaan mereka kepada rakyat

اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِصِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَالْعَمَلِ بِوَظَائِفِ دِيْنِكَ الْقَوِيْمِ وَاجْعَلْهُمْ هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah, bimbinglah mereka ke jalan-Mu yang lurus, agar bekerja demi agama-Mu yang benar, jadikan mereka teladan yang mendapat petunjuk-Mu, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang

اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ وَالْحُكْمِ بِشَرِيْعَتِكَ وَإقَامَةِ حُدُوْدِكَ
Ya Allah, bimbinglah mereka agar bekerja sesuai kitab-Mu, sunnah Nabi-Mu, memutuskan dengan syariat-Mu, dan menegakkan hukum-hukum-Mu

اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لإِزَالَةِ الْمُنْكَرَاتِ وَإِظْهَارِ الْمَحَاسِنِ وَأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ
Ya Allah, tuntunlah mereka untuk memberantas kemunkaran dan menampilkan segala bentuk kebaikan.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ آمِرِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِ فَاعِلِيْنَ لَهُ نَاهِيْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ تَارِكِيْنَ لَهُ
Ya Allah, jadikanlah mereka para penyeru kebaikan yang melaksanakannya, penghalang kemunkaran yang meninggalkannya.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ
Ya Allah, perbaikilah keadaan kaum muslimin, murahkanlah harga-harga kebutuhan hidup mereka, dan jadikanlah mereka aman sentosa di tanah air mereka
 
 
Aamiin yaa Mujiibas Saa’ilin.
 
al-ikhwan.net