“Inilah jalanku: aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf:108).

Rabu, 14 November 2012

HIJRAH MOMENTUM PERUBAHAN

Hijrah merupakan peristiwa penting dalam perjalanan dakwah Rasulullah saw. Saking pentingnya, peristiwa hijrah dijadikan sebagai penanggalan baru dalam kalender Islam. Penanggalan tahun hijriah dibuat berdasarkan peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari kota Mekah menuju kota Madinah. Menurut H. A. Fuad Said dalam buku Tahun Baru Hijriah & ASAL USUL KALENDER bahwa orang yang pertama kali memprakarsai penetapan tahun hijriah sebagai kalender umat Islam adalah Umar bin Khaththab. Tentunya penetapan penanggalan ini berdasarkan berbagai pertimbangan para sahabat. Oleh karena dalam peristiwa hijrah terdapat hal-hal yang dianggap urgen.

Sayangnya, moment tahun baru ini belum mendapat respon sepenuhnya dari umat Islam. Boleh jadi masyarakat Islam sudah lupa atau belum tahu tentang penanggalan Islam dan mungkin juga nilai keislaman sudah luntur dari hati. Dan berbagai kemungkinan dan alasannya lainnya.

Fenomena ini bertolak belakang dengan perayaan tahun baru Masehi. Sebagian umat Islam yang latah ikut-ikutan merayakan penanggalan yang jelas bukan dari Islam. Hal ini terdapat terlihat dari aktivitas masyarakat yang sangat antusias menunggu detik-detik jam 00:00. Ada yang meniup terompet dan menghabiskan waktunya di malam hari tanpa kegiatan yang bermanfaat.

Kata hijrah berasal dari istilah hajara, yang berarti berpindah dari satu tempat atau keadaan ke tempat atau keadaan yang lain. Namun, masih banyak lagi pengertian hijrah yang dikemukakan para ulama. Walaupun mereka berbeda dalam mendefenisikannya, tapi substansinya sama. Peristiwa hijrah diawali dengan perjanjian suku Aus dan Khazraj dengan Rasulullah saw. di Mekah. Mereka memberikan jaminan untuk menjaga Rasulullah saw. sebagaimana mereka menjaga diri mereka dan keluarga mereka sendiri.

Dalam perjalanan hijrahnya Rasulullah saw. hingga membangun kota Madinah terdapat nilai-nilai yang dapat diaktulisasikan dalam kehidupan modern ini. Sepertinya kemunduran umat Islam sekarang ini karena tidak mengaktualisasikan nilai-nilai hijrah. Umat Islam banyak terlena dan bernostalgia dengan peradaban yang diperoleh. Salah fatal jika hanya melihat hasil akhir dari perjuangan, yakni kejayaan. Akan tetapi seharusnya umat Islam harus belajar dan membaca proses bagaimana umat Islam dapat jaya.

Setidaknya ada tiga hal penting dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah.

1. Membangun mesjid

Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, yang pertama kali dibangunnya adalah mesjid. Mesjid ketika itu memberikan kontribusi yang besar bagi peradaban umat Islam. Mesjid benar-benar dijadikan sebagai sarana untuk menjalin hubungan kepada Allah dan juga hubungan sesama manusia. Di mesjid, Rasulullah saw. mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan membersihkan sisa-sisa pengaruh perselisihan pada masa jahiliyah.

Mesjid ketika itu benar-benar difungsikan dengan sebaik-baiknya. Di masjidlah Rasulullah mendidik mental-spritual para sahabat. Dengan tujuan agar terbentuk kepribadian yang kokoh dalam keislaman mereka. Walaupun ketika itu jumlah umat Islam masih sedikit, tetapi jiwa mereka kokoh dalam keislaman mereka.

2. Membangun persaudaraan

Ketika kaum Muhajirin tiba di Madinah, kaum Anshar menerima dengan baik kedatangan saudara seagama mereka, yakni kaum muhajirin. Kaum Anshar menyambut kaum Muhajirin seperti menyambut saudaranya sendiri yang telah lama tidak bertemu. Bahkan mereka juga berani untuk berkorban untuk kaum Muhajirin. Mereka lebih mengutamakan kepentingan kaum Muhajirin dibandingkan diri mereka sendiri. Dengan demikian perjuangan kaum Anshar sangat luar biasa terhadap kaum Muhajirin dan perkembangan Islam seterusnya. Mulai saat itu nama kota Yatsrib berubah namanya Madinatun Nabi (kota Nabi). Selanjutnya Yatsrib dikenal dengan nama kota Madinah.

Keihklasan kaum Anshar menolong kaum Muhajirin diabadikan dalam Alquran. Artinya, "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyar; 9)

Ketika Rasulullah saw. dan kaum Muhajirin tiba di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar. Seperti Abu Bakar dipersaudarakan dengan Haritsah bin Zaid dan Umar bin Khaththab dipersaudarakan dengan ‘Itbah bin Malik. Begitulah juga dengan sahabat yang lainnya.

3. Membuat perjanjian perdamaian

Dimensi ketiga yang dibangun Rasulullah saw. setelah hijrah adalah membangun hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Untuk mewujudkan stabilitas masyarakat di kota Madinah, Rasulullah saw. mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.

Perjanjian tersebut diwujudkan melalui sebuah piagam yang disebut dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah terdapat 47 pasal. 23 pasal berkenaan dengan umat Islam. 24 pasal berkenaan dengan umat Islam dengan masyarakat Yahudi ketika itu. Isi perjanjian itu meliputi beberapa aspek. Di antaranya mengenai kebebasan beragama, hak dan kewajiban masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban negerinya, kehidupan sosial dan persamaan derajat. Dalam piagam Madinah ditegaskan bahwa Rasulullah sebagai kepala pemerintahan di kota Madinah.

Dari segi persaudaraan, kondisi persaudaraan di tengah-tengah umat ini berada titik rawan. Padahal umat Islam adalah umat bersaudara berdasarkan ketauhidan mengesakan Allah swt. Persaudaraan itu digambarkan bagaikan satu jiwa. Dengan kata lain, jika seorang mukmin disakiti berarti juga menyakiti muslim yang lain.

Dari segi perjanjian perdamain terdapat nilai toleransi beragama yang diajarkan Rasulullah saw. Miris sekali jika ada sebagian muslim yang salah dalam memahami makna toleransi beragama. Ada hal-hal yang kita dianjurkan untuk toleransi antar umat beragama. Seperti dalam sosial kemasyarakatan atau muamalah. Hal ini tidak terlarang. Bahkan Rasulullah saw. sendiri menganjurkannya. Bahkan di antara isi dari Piagam Madinah antara lain bahwa kaum muslimin dan orang Yahudi wajib nasehat-menasehati, tolong menolong dan melaksanakan kebajikan dan keutamaan.

Hijrah merupakan peristiwa yang mengubah kehidupan masyarakat Jahiliah menjadi masyarakat Islam. Inilah sebetulnya nilai-nilai dari peristiwa hijrah Rasulullah saw. Jika tidak, momentum tahun baru hijriah tidak akan memberi pengaruh apapun.

Oleh : Agus Salim

0 komentar:

Posting Komentar