Berbagai tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi telah berhasil
mencatat ‘prestasi’ dalam menyedot perhatian anak-anak kita dewasa ini.
Banyak orang tua merasa heran, betapa dari hari ke hari perilaku anak
makin jauh dari apa yang mereka ajarkan dan nasehatkan. Ketika orang tua
mati-matian menasehati anak agar rajin belajar, di sisi lain anak-anak
justru asyik menghabiskan waktu di depan televisi untuk melihat film
favoritnya. Di saat orang tua sudah berbusa-busa menyarankan agar anak
pergi mengaji setiap sore, yang terjadi malahan si anak lagi-lagi asyik
di depan televisi. Yang menyedihkan, kebanyakan stasiun televisi
menyiarkan program favorit anak justru di waktu Maghrib. Sehingga ketika
adzan Maghrib berkumandang dan orang tua mengingatkan anaknya untuk
shalat, sang anak akan merasa bahwa Adzan telah mengganggu keasyikannya
menyaksikan tayangan favoritnya.
Selain fenomena di atas, televisi terbukti mampu mengurangi intensitas hubungan anak dengan orang tua. Menurut survei N-POWER, 1 dari 4 anak lebih suka melihat televisi daripada menghabiskan waktu bersama keluarga. Dapat dipastikan, jika televisi telah mampu menggantikan kebersamaan dengan orang tua, maka karakter yang akan terbangun pada diri anak sesuai dengan apa yang ‘diajarkan’ acara televisi kepadanya.
Apa yang anak-anak pelajari selama menyaksikan acara televisi? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu dapat menyelesaikan masalah. Dari televisi anak-anak juga belajar untuk duduk saja di rumah dan menonton, bukan bermain di luar dan berolah raga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi, dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Efek Negatif Televisi Bagi Anak Kita
Berikut di antara deret panjang efek negatif menonton televisi bagi anak kita:
-Berpengaruh Terhadap Perkembangan Otak
Pengaruh menonton televisi pada anak usia 0-3 tahun dapat menghambat kemampuan berbicara, membaca verbal, maupun dalam memahami suatu hal. Pada anak usia 5-10 tahun berakibat terhambatnya kemampuan dalam berekspresi, meningkatkan agresivitas dan kekerasan, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.
-Menjadikan Anak Berperilaku Konsumtif
Anak dijadikan target utama iklan oleh para kapitalis, sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.
-Berpengaruh Terhadap Sikap
Daya kritis yang masih rendah menjadikan anak meniru segala yang mereka lihat di layar kaca. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.
-Membunuh Semangat Belajar
Acara yang ditampilkan oleh stasiun televisi dibuat sedemikian rupa agar menarik minat anak, sehingga menjadikan anak lebih mementingkan menyaksikan acara televisi daripada belajar.
-Menghambat Anak Berfikir Kritis
Terlalu sering menonton televisi membentuk pola pikir anak menjadi sederhana, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap daya imajinasi dan perkembangan kognitifnya.
-Mengurangi Kemampuan Bersosialisasi
Terlalu sering menonton televisi menyebabkan anak-anak kurang bermain. Hal ini menjadikan anak sebagai manusia yang individualistis dan sendiri.
-Meningkatkan Obesitas (Kegemukan)
Fakta membuktikan, anak yang lebih sering menonton televisi akan lebih banyak ngemil diantara waktu makan. Selain itu, duduk berjam-jam di depan televisi membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk dan tidak terbakar, yang pada akhirnya menimbulkan kegemukan.
-Merenggangkan Hubungan Antar Anggota Keluarga
Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga.
Matikan Televisi di Rumah dan Hati Anak Kita
Betapa singkat kehidupan yang Allah SW berikan pada kita dibanding kehidupan di akhirat. Akan tetapi, lebih singkat lagi waktu yang kita miliki untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa depannya. Masa-masa emas untuk mengajarkan kebaikan dan kebenaran pada anak-anak kita, tak datang dua kali. Tetapi banyak diantara orang tua yang justru menggantikan dirinya dengan benda mati yang justru dapat merusak kepribadian anak.
Tak sedikit orang tua yang tidak bisa untuk tidak memelototkan matanya di depan layar kaca. Tapi di sisi lain, ia resah dan berharap anaknya dapat terhindar dari dampak negatifnya. Inginnya anak rajin belajar dan membaca buku yang bermanfaan, sementara orang tua mencontohkan bagaimana mereka begitu ‘khusyu’ di depan televisi setelah seharian bekerja.
Rasanya sulit berharap anak-anaktidak menunjukkan kegilaan pada televisi jika televisi dimatikan di rumah, sementara kita selalu menunjukkan antusiasme yang sangat besar terhadap televisi, acara di televisi, dan bintang-bintang di televisi.
Jadi yang terpenting adalah bukan sekedar mematikan televisi saat anak berada di rumah, melainkan kita harus menunjukkan sikap mental dan kesungguhan untuk mematikan televisi di hati kita dan di hati anak-anak kita. Agar televisi dengan segala yang disiarkan tak lagi dijadikan anak-anak kita sebagai panutan dan contoh dalam setiap tindakan. Sementara Rasulullah SAW, suri tauladan terbaik sepanjang masa, justru tidak diikuti sunahnya.
Maka, cara terbaik untuk dapat mematikan televisi di hati kita dan anak-anak kita adalah bebaskan televisi dari rumah kita. Jauhkan segenap obrolan tentang segala isi dari siaran televisi dalam perbincangan kita. Demi masa depan generasi terbaik yang kita miliki.
Selain fenomena di atas, televisi terbukti mampu mengurangi intensitas hubungan anak dengan orang tua. Menurut survei N-POWER, 1 dari 4 anak lebih suka melihat televisi daripada menghabiskan waktu bersama keluarga. Dapat dipastikan, jika televisi telah mampu menggantikan kebersamaan dengan orang tua, maka karakter yang akan terbangun pada diri anak sesuai dengan apa yang ‘diajarkan’ acara televisi kepadanya.
Apa yang anak-anak pelajari selama menyaksikan acara televisi? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu dapat menyelesaikan masalah. Dari televisi anak-anak juga belajar untuk duduk saja di rumah dan menonton, bukan bermain di luar dan berolah raga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi, dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.
Efek Negatif Televisi Bagi Anak Kita
Berikut di antara deret panjang efek negatif menonton televisi bagi anak kita:
-Berpengaruh Terhadap Perkembangan Otak
Pengaruh menonton televisi pada anak usia 0-3 tahun dapat menghambat kemampuan berbicara, membaca verbal, maupun dalam memahami suatu hal. Pada anak usia 5-10 tahun berakibat terhambatnya kemampuan dalam berekspresi, meningkatkan agresivitas dan kekerasan, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.
-Menjadikan Anak Berperilaku Konsumtif
Anak dijadikan target utama iklan oleh para kapitalis, sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.
-Berpengaruh Terhadap Sikap
Daya kritis yang masih rendah menjadikan anak meniru segala yang mereka lihat di layar kaca. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.
-Membunuh Semangat Belajar
Acara yang ditampilkan oleh stasiun televisi dibuat sedemikian rupa agar menarik minat anak, sehingga menjadikan anak lebih mementingkan menyaksikan acara televisi daripada belajar.
-Menghambat Anak Berfikir Kritis
Terlalu sering menonton televisi membentuk pola pikir anak menjadi sederhana, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap daya imajinasi dan perkembangan kognitifnya.
-Mengurangi Kemampuan Bersosialisasi
Terlalu sering menonton televisi menyebabkan anak-anak kurang bermain. Hal ini menjadikan anak sebagai manusia yang individualistis dan sendiri.
-Meningkatkan Obesitas (Kegemukan)
Fakta membuktikan, anak yang lebih sering menonton televisi akan lebih banyak ngemil diantara waktu makan. Selain itu, duduk berjam-jam di depan televisi membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk dan tidak terbakar, yang pada akhirnya menimbulkan kegemukan.
-Merenggangkan Hubungan Antar Anggota Keluarga
Kebanyakan anak kita menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga.
Matikan Televisi di Rumah dan Hati Anak Kita
Betapa singkat kehidupan yang Allah SW berikan pada kita dibanding kehidupan di akhirat. Akan tetapi, lebih singkat lagi waktu yang kita miliki untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa depannya. Masa-masa emas untuk mengajarkan kebaikan dan kebenaran pada anak-anak kita, tak datang dua kali. Tetapi banyak diantara orang tua yang justru menggantikan dirinya dengan benda mati yang justru dapat merusak kepribadian anak.
Tak sedikit orang tua yang tidak bisa untuk tidak memelototkan matanya di depan layar kaca. Tapi di sisi lain, ia resah dan berharap anaknya dapat terhindar dari dampak negatifnya. Inginnya anak rajin belajar dan membaca buku yang bermanfaan, sementara orang tua mencontohkan bagaimana mereka begitu ‘khusyu’ di depan televisi setelah seharian bekerja.
Rasanya sulit berharap anak-anaktidak menunjukkan kegilaan pada televisi jika televisi dimatikan di rumah, sementara kita selalu menunjukkan antusiasme yang sangat besar terhadap televisi, acara di televisi, dan bintang-bintang di televisi.
Jadi yang terpenting adalah bukan sekedar mematikan televisi saat anak berada di rumah, melainkan kita harus menunjukkan sikap mental dan kesungguhan untuk mematikan televisi di hati kita dan di hati anak-anak kita. Agar televisi dengan segala yang disiarkan tak lagi dijadikan anak-anak kita sebagai panutan dan contoh dalam setiap tindakan. Sementara Rasulullah SAW, suri tauladan terbaik sepanjang masa, justru tidak diikuti sunahnya.
Maka, cara terbaik untuk dapat mematikan televisi di hati kita dan anak-anak kita adalah bebaskan televisi dari rumah kita. Jauhkan segenap obrolan tentang segala isi dari siaran televisi dalam perbincangan kita. Demi masa depan generasi terbaik yang kita miliki.
Oleh :Meta Susanti
Ketua Divisi Publikasi LSI An-Nida
Ketua Divisi Publikasi LSI An-Nida
0 komentar:
Posting Komentar