(Sahabatalaqsha.com): “Jangan lupa, 8 Desember 1987:INTIFADHAH PALESTINA AL-AQSHA. Ya Allah, tolonglah saudara-saudara kamipara Mujahidin di Palestina… Semangat!!!” demikian bunyi sms yang masukpagi ini.
Hari ini 24 tahun yang lalu, empat orang pemuda Palestina matisyahid ditabrak sebuah truk tentara Zionis, di desa Jabaliya, JalurGaza. Peristiwa itu seperti api yang dilempar ke atas sekam kering yanglangsung bergolak kemana-mana lautan apinya. Peluru dilawan denganbatu, tank dilawan dengan batu, granat dilawan dengan batu.
Jalan-jalan di seluruh kawasan Gaza dan Tepi Barat berhari-haridipenuhi anak-anak, pemuda, ibu-ibu dan orang-orang tua. Kemarahanmereka mendapat momentumnya untuk meledak.
Ketika jumlah batu semakin membanjir, bekas Menteri Luar NegeriAmerika Serikat Henry Kissinger konon pernah menyarankan militer Zionisuntuk menerapkan kebijakan “patahkan tangan”.
Langkahnya praktis, setiap remaja Palestina yang tertangkap karenamelempari tentara Zionis Israel dengan batu, segera dipatahkantangannya di tempat saat itu juga. Tujuannya untuk memberi efek jerabagi dirinya dan teman-temannya.
Enam hari sesudah penabrakan itu, Syeikh Ahmad Yasin dan kawan-kawanmengumumkan berdirinya Harakah Muqawwamah Al-Islamiyah (Hamas). Sejakhari itu sampai enam tahun sesudahnya, harum semerbak berkah Intifadhah (secara harfiah berarti: goncangan yang membangkitkan) merebak ke seluruh penjuru dunia.
Namun demikian, jangankan orang kafir yang memusuhi perjuanganrakyat Palestina, umat Islam sendiripun sampai bertahun-tahun kemudianmasih salah menyangka bahwa Hamas merupakan organisasi kekerasan.
Padahal inti kesibukan Syeikh Ahmad Yasin dan kawan-kawan, bukanlahmemegang senjata, tetapi mengubah isi kepala rakyat Palestina, bahwamereka tidak sedang berjuang merebut tanah Arabnya. Mereka tidakberjuang melawan Yahudi yang menjajah “orang Arab”. PerjuanganPalestina bukan perjuangan nasional, tapi perjuangan universal. Bukancuma perjuangan universal di dunia, tapi juga perjuangan universalAkhirat. Perjuangan Tauhid.
Syeikh Ahmad Yasin mengajak rakyat Palestina berhijrah dari berjuangsemata-mata karena rasa keadilan kemanusiaan, dari sentimenke-Arab-annya kepada niat berjuang membebaskan tanah suci Palestina danMasjidil Aqsha karena ‘aqidah-nya, karena Islam-nya.
Seorang ulama Palestina Syeikh Abu Bakar Al-‘Awawidah meriwayatkan,perjuangan Asy-Syahid Syeikh Ahmad Yasin menyiapkan Hamas dimulai sejakberakhirnya Perang Enam Hari tahun 1967.
Di mana tiga negara Arab (Syria, Yordania, dan Mesir) mengeroyokZionis Israel dan ketiganya kalah telak. Bukan cuma kalah, tiga bagianwilayah masing-masing negara malah berpindah kekuasaan ke Israel, demicita-cita Israel Raya. Ketiga wilayah itu adalah Dataran Tinggi Golan(Syria), Tepi Barat Sungai Yordan (Yordania), dan Gurun Sinai (Mesir).
Waktu itu Syeikh Yasin merintis tarbiyah Islamiyah (Quraniyah) dikalangan anak-anak Palestina berusia SD. “Soalnya, beliau lihatorang-orang dewasanya sudah apatis atas penjajahan, sedangkan remajadan pemudanya sudah terperangkap hidup hedonistik…” kisah Syeikh AbuBakar.
Pembinaan dari anak-anak usia SD berjumlah ribuan itulah yang kinisedang dipanen oleh perjuangan Palestina. Generasi angkatan PerdanaMenteri Ismail Haniyah dan Kepala Biro Politik Hamas Khalid Misy’almerupakan generasi yang dielus-elus dan dibesarkan oleh tangan dingindan lisan Al-Quran Syeikh Yasin dan kawan-kawan.
Inilah hijrahnya rakyat Palestina. Hijrah dari perjuangan yangberdasarkan kebangsaan, ke-Arab-an dan kemanusiaan yang sempit menjadiperjuangan yang berasas dan bertujuan Tauhid dan pencapaian Maqasid Syari’ah yang universal dan berdimensi dunia Akhirat.
Hijrah dari membangkitkan sentimen kebangsaan semata-mata sebagaiorang Arab Palestina yang dijajah, menuju kesadaran sebagai Muslimindan Muslimat yang merupakan bagian dari keluarga besar persaudaraanMuslim sedunia yang tanpa batas negara, warna kulit, dan bahasa.
Dari yang tadinya berjuang sesama orang Arab, tiba-tiba rakyatPalestina jadi milik semua bangsa dunia. Lihatlah tahun 2010 lalu,sekitar 700 orang relawan yang menyabung nyawa di kapal Mavi Marmarayang ingin menembus pengepungan Zionis Israel atas Gaza, para relawanitu berasal dari 32 negara Eropa, Asia, Amerika, Australia dan Afrika.Bahkan lebih dari 120 orang diantara mereka bukan Muslim.
Pada bulan Nopember 2008, Dr Nawaf Takruri, seorang cendekiawanPalestina terkemuka, menegaskan di depan hadirin internasional dariberbagai latar belakang di Konferensi tentang Hak Kembali RakyatPalestina di Damaskus, “Perjuangan kita merebut hak untuk kembali kePalestina harus didasarkan niat untuk mencapai Maqasid Syari’ah (tujuan-tujuanditegakkannya syariah). Hanya dengan cara itulah kita bisamempertanggungjawabkannya di hadapan Allah, dan kita tidak perluberpura-pura dengan retorika lain –kebangsaan dan kemanusiaan– dihadapan makhluk-makhluk Allah.”
Seorang Palestina beragama Kristen yang hadir lalu berdiri danmenyanggah keras, “Saya seorang Palestina, saya berjuang, dan saya jugaingin kembali. Tapi sebagai seorang Kristen saya tidak bisa menerimaPalestina jadi negara syariah… Palestina harus jadi negara yang memberikebebasan hidup bagi semua agama…”
Dengan tenang Dr Nawaf Takruri menjawab, “Saudaraku yang mulia,justru karena Syariah ditegakkan di bumi Palestina maka semua orangakan terjamin hidupnya dengan aman dan terhormat. Karena Maqasid Syariah bertujuan melindungi harta, jiwa, iman, dan kehormatan, bukan saja umat Islam tapi semua manusia…”
Dr Nawaf menutup penjelasannya, “Silakan Anda periksa, sepanjangsejarah Palestina, hanya pada saat Islam dan Syariah diberi kesempatanmengatur kehidupan kita, maka seluruh elemen masyarakat dengan berbagaikeyakinan bisa hidup damai dan adil…”
Alhamdulillah, rakyat Palestina sudah hijrah ke arah yang benar, danpelan-pelan kita saksikan hasil-hasilnya yang penuh berkah di lapanganperjuangannya. Mudah-mudahan kita bisa ikut membantu dan bergerak kearah hijrah yang benar juga, supaya ikut memetik keberkahan pertolonganAllah. Bukan malah hijrah ke arah yang sebaliknya.*
(sumber: sahabaralaqsha.com)
0 komentar:
Posting Komentar